Adu Pinalti Kandaskan Mimpi

Foto: reuters

Satu lagi pertandingan seru hadir di Piala Dunia 2010 ini. Kali ini adalah pertarungan Jepang melawan Paraguai. Pertarungan sengit dan permainan indah dihadirkan oleh wakil Asia dan Amerika latin tersebut. Keduanya memang bermain mati-matian karena yang menang mencetak sejarah.

Bagi Jepang dan Paraguai memanangkan pertarungan dan masuk ke babak delapan besar adalam mimpi yang ada di depan mata. Kedua tim ini memang belum pernah melaju sampai di babak itu. Maka keduanya pun tak mau menyia-nyiakan peluang, mereka tampil ngotot dan sama kuat. Akhirnya mimpi yang sama dari dua benua berbeda ini harus ditentukan dengan drama di bawah mistar gawang.

Kedua tim yang Bertanding di Stadion Loftus Versfeld ini menyudahi pertarungan dengan hasil imbang tanpa gol. Bahkan saat diberi dua kali perpanjangan waktu gol juga tak kunjung tercipta. Maka setelah bermain selama 120 menit dan skor masih imbang 0:0, adu pinalti pun menanti.

Wajah tegang terlihat saat dua tim akan memulai pertarungan di bawah gawang itu. Adu pinalti seperti sebuah perjudian, tidak hanya skil dan mental saja yang dibutuhkan tapi juga faktor keberuntungan. Keberuntungan di sini yang akan menentukan, barang siapa sial dan gagal menakhlukkan gawang dia akan pulang.

Benar saja, rupanya malam itu keberuntungan tak memihak ke Jepang. Tim Samurai Biru harus menelan pil pahit saat Yuichi Komano gagal menyarangkan bola ke gawang Paraguai. Maka saat Oscar Cardozo yang menjadi penendang kelima Paraguay berhasil membobol gawang kiper Jepang, Kawashima, berakhirlah perjuangan Jepang, dan drama adu penalti itu dimenangkan Paraguay dengan skor 5-3.

Foto: daylife

Hasil ini membuat Paraguay berhasil menggapai mimpinya dan mencatat sejarah berhasil menembus delapan besar. Sementara mimpi yang sama di pihak Jepang harus dikubur dalam-salam. Bukan itu saja gagalnya Jepang di bawah gawang yang berarti Jepang harus pulang, juga menorehkan kisah pahit bagi benua Asia. Pulangnya Jepang berarti tak ada satupun wakil Asia yang tersisa.

Namun demikian kekalahan Jepang di bawah mistar gawang ini merupakan kekalahan terhormat. Jepang bukanlah tim pertama yang mimpinya di Piala Dunia kandas gara-gara adu pinalti. Sejarah Piala Dunia dan sepak bola mencatat banyak tim bagus harus kandas di momen seperti ini.

Maka marilah barang sejenak kita tengok sejarah adu pinalti ini. Adu penalti untuk memutuskan pemenang pertama kali diperkenalkan di Piala Dunia tahun 1982, dengan lima pemain dari masing-masing tim yang bertanding mengeksekusi tendangan. Sejak itu, ada 20 pertandingan yang berakhir drama di bawah mistar gawang dan titik 12 pas ini.

Negara Jerman adalah yang memiliki penampilan terbaik soal adu nasib ini. Tim Panser tercatat memenangkan empat kali pertandingan Piala Dunia lewat adu penalti. Namun ironisnya, negara juga yang pertamakali gagal mengeksekusi bola di babak adu penalti. Di Piala Dunia Spanyol, Bek Jerman Uli Stielike gagal dalam adu penalti, tapi timnya masih bisa melaju hingga semi-final.

Sementara rekor buruk adu pinalti dimiliki Inggris. Tim Tiga Singa kalah di tiga pertandingan Piala Dunia karena gagal di babak adu penalti. Inggris juga tercatat gagal sebanyak tujuh kali dari 14 tendangan di babak adu penalti yang pernah dilaluinya.

Adu pinalti juga merupakan momok yang menakutkan bagi para pemaian. Baik penendang maupun kiper. Akibat adu pinalti, seorang pemain menjadi pahlawan atau biang kekalahan bagi negaranya. Hal itulah yang dirasakan oleh pemian Italia saat gagal adu pinalti di Piala Dunia 1994.

Foto: fifa.com

Kala itu Roberto Baggio gagal melesakkan bola ke gawang Brazil dan membuat Italia tersingkir. Akibat momen itu catatan cemerlang penampilan Baggio seolah terhapus. Dia sendiri juga mengaku terbayang-bayang terus dengan momen itu sepanjang hidupnya. Baggio tak sendirian, hingga kini ada sekitar 56 dari total 186 tembakan penalti yang tidak berhasil membuahkan gol.

Pemian terbaikpun tidak ada jaminan tidak gagal saat adu pinalti. Karena itu kemenangan karena adu pinalti tidak terlalu membanggakan dan menorehkan kepuasan mendalam. Hal ini diakui oleh Palatih Paraguay sendiri Gerardo Martino. Meski lega akhirnya bisa menang, dia mengatakan bukanlah hal yang adil memutuskan kemenangan lewat penalti.

Maka untuk Jepang yang pulang kandang kita tetap harus memberikan apresiasi. Bagaimana pun Tim Samurai Biru telah menunjukkan permainan yang luar biasa. Apalagi Pelatih Jepang Takeshi Okada dengan jantan menyatakan bertanggungjawab dan siap meletakkan jabatannya. Ini sikap ksatria yang layak diteladani.

Namun meski kalah terhormat, Jepang tentu harus terus belajar untuk lebih baik ke depan. Jika saat ini adu pinalti mengandaskan mimpi, ke depan mimpi itu harus diraih dengan derajat lebih tinggi. Jika kali ini gaung Piala Dunia “its time for Africa”, maka suatu saat negara Asia termasuk Jepang harus bisa juara sambil meneriakkan “its time for Asia”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *