Berkonflik di Politik, Berkawan di Kehidupan

Dalam politik, banyak orang yang beranggapan Gus Dur adalah politikus yang manuvernya kerap mengundang lawan daripada kawan. Berbagai konflik politik yang melibatkannya kerap menimbulkan kesan bahwa Gus Dur adalah orang yang suka mencari lawan dan memecah persahabatan.

Tetapi sejatinya kesan itu hanya kesan permukaan bagi mereka yang tidak mengenal Gus Dur secara mendalam. Karena ternyata Gus Dur adalah sosok yang begitu menghargai persahabatan dan perkawanan. Berkonflik bagi Gus Dur hanya sebuah pandangan politik, terkait pilihan sikap politik. Dalam kehidupan keseharian hal itu harus ditinggalkan.

Dalam konflik awal PKB Gus Dur berkonflik dengan para kiai langitan yang kemudian mendirikan PKNU. Sepintas terlihat bahwa terjadi perpecahan dan permusuhan antara Gus Dur dan para kiai langitan yang selalu diandalkannya.

Namun sejatinya dalam kehidupan, di luar politik, Peraih Magsasay Award di bidang kepemimpinan soaisal ini tetap menjalin hubungan baik dengan mereka.

Dalam suatu kesempatan di Ponpes Raudatul Ulum, Jember Gus Dur mengemukakan hal itu. Dia menceritakan meski berbeda pandangan politik dengan ulama PKNU dirinya tetap menjaga persaudaraan.

“Waktu mereka mantu (menikahkan anaknya) saya ya datang,” ujarnya. “Kita boleh saja berbeda-beda pendapat, yang tidak boleh itu terpecah-pecah, ini pokok,” tegasnya.

Gus Dur juga mengungkapkan bahwa dirinya pernah ditanya oleh Ketua PBNU KH Masdar Farid Masudi mengapa tidak melakukan rekonsiliasi dengan para kiai yang berseberangan dengannya. Menjawab itu, Gus Dur mengatakan jika kalau rekonsiliasi itu artinya saling memaafkan sudah dilakukan sejak dulu.

Hal yang sama juga terjadi ketika Gus Dur harus berhadap-hadapan dengan para muridnya seperti Muhaimin Iskandar dan Lukman Edy dalam konflik PKB belakangan. Dalam pemberitaan media yang terlihat hanya perseteruan dan perang pendapat antara dua kubu tersebut. Tetapi tak banyak orang tahu, Muhaimin dan Gus Dur sering bertemu dan berbincang secara akrab. Perbincangan antara paman dan keponakan.

Beberapa orang dekat Gus Dur menyaksikan hal itu. Bahkan Muhaimin pun kaget ada yang tahu soal itu. “Lho kok tahu,” katanya saat ditanya mengenai pertemuan itu.

Terhadap lawan politik di luar PKB Gus Dur juga berlaku sama. Pertentangan dan konflik dalam politik bukan berarti permusuhan dalam kehidupan. Lihat saja sikapnya pada SBY. Dalam politik Gus Dur selalu menyerang SBY dan kebijakan-kebijakannya memimpin negara. Namun saat Idul Fitri, Gus Dur selalu hadir di istana menyalami SBY sebelum dia sendiri membuka open house di kediamannya di Ciganjur.

Sikap yang sama juga ditunjukkannya pada Megawati Soekarnoputi. Meski Mega selama ini dinilai “menusuk dari belakang” pada Gus Dur namun pada suatu kesempatan Gus Dur mengatakan dirinya tidak dendam pada Megawati. Gus Dur beberapa kali juga berjumpa dengan putri Bung Karno yang memanggilnya Mas Dur itu.

Pada sebuah kesempatan dialog di televisi Gus Dur juga mengatakan meski keluarganya dibantai oleh komunis bukan berarti dia harus mendendam pada keturunan komunis. Sikap yang seperti itu, kata Gus Dur adalah sikap yang demokratis. Menghargai sebuah perbedaan pendapat, termasuk dalam pandangan politik. Karena sikap demokratisnya itu, Gus Dur dikenal sebagai tokoh demokrasi bukan hanya oleh bangsa Indonesia, namun juga oleh warga dunia.

Suatu hari saya bertanya apa sebenarnya keinginan Gus Dur yang belum terpenuhi. Dengan santai Gus Dur menjawab; “Saya ingin negeri ini lebih demokratis,”.

Leave a Reply

Your email address will not be published.