Kalau di kota atau daerah lain ketupat dan kawan-kawannya sudah keluar saat hari pertama Idul Fitri, di kampung saya, juga sebagian besar daerah di Jawa, ketupat baru keluar hari ini. Di sini ketupat dan kawan-kawannya baru keluar tujuh hari setelah Idul Fitri yang disebut Bodo Kupat.
Bodo Kupat atau Bakda Kupat alias Lebaran Ketupat adalah tradisi memasak ketupat dan teman-temannya seperti lepet, sayur opor atau lodeh dan lain sebagainya di hari ketujuh bulan Syawal. Kenapa baru di hari ketujuh? Karena untuk merayakan usai atau bakda puasa Ramadan dan puasa enam hari di Bulan Syawal.
Saat Bodo Kupat ini biasanya akan dikirimkan ketupat dan kawan-kawannya, ke kerabat, sahabat, atau tetangga. Kalau saya biasa dikirimi keluarga isinya ketupat, lepet, dan sayur lodeh tapi isinya bukan ayam melainkan ikan asap. Ini khas daerah Tuban yang ada di pesisir utara Jawa.
Tradisi ini diperkenalkan dan disebarkan oleh Walisongo yaitu Sunan Kalijogo. Sunan asal Tuban ini memang terkenal menggunakan metode dakwah yang mengakulturasikan budaya dengan nilai-nilai Islam.
Oleh beliau, makanan olahan beras yang sudah ada dimodifikasi agar memiliki makna yang sesuai dengan suasana Idul Fitri, maka lahirlah kupat atau ketupat.
Nama kupat dari kata ngaku lepat, atau mengaku salah. Ini sesuai dengan suasana Syawalan di mana orang saling meminta maaf atas kesalahan yang pernah dilakukan.
Kupat juga bisa berarti laku papat atau empat amalan/tindakan. Yang pertama adalah luberan atau melimpahi dengan maaf, kedua leburan atau melebur kesalahan atau dosa, ketiga lebaran atau membuka lebar pintu ampunan, dan terakhir laburan yang artinya membasuh menyucikan diri. Dari sinilah istilah lebaran kemudian menjadi istilah yang identik bahkan kata ganti Idul Fitri.
Yang membedakan ketupat dengan makanan sejenis seperti lontong misalnya adalah bungkusnya. Bungkus ketupat berupa anyaman daun kelapa muda atau janur juga ada filosofinya.
Janur artinya sejatining nur atau cahaya yang sejati. Sebagaimana Islam yang minadzulumati ilannur, membawa manusia dari gelap gulita menuju terang cahaya. Yang oleh RA Kartini disebut habis gelap terbitlah terang. Bahkan dalam Surat An Nur (Cahaya) ada perumpamaan Allah SWT sebagai cahaya.
Janur yang merupakan simbol cahaya sejati ini kemudian dianyam. Anyaman merupakan upaya merekatkan sesuatu yang awalnya tercerai berai. Ini adalah simbol silaturahmi yang dilakukan saat Idul Fitri.
Lalu janur yang dianyam itu membungkus isian berbahan beras yang merupakan simbol nafsu. Artinya nafsu dipagari atau dikendalikan dengan cahaya sejati, dengan takwa, yaitu menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT.
Selain ketupat juga ada lepet. Makanan yang di Sunda dikenal dengan leupeut ini terbuat dari beras ketan yang dibumbui gurih, dibungkus janur tapi tidak dianyam. Biasanya disajikan dengan sambel serundeng dan dimakan sebagai cemilan.
Lepet juga punya filosofi seperti ketupat karena juga diperkenalkan Sunan Kalijogo. Lepet bisa diartikan lepat atau salah. Memberikan lepet artinya memberikan kesalahan untuk dimaafkan. Tapi lepet juga bisa dimaknai silep kang rapet, atau tutup/simpan yang rapat. Mengubur rapat-rapat atau melupakan kesalahan yang pernah dilakukan.
Ketupat dan lepet adalah makanan, lalu mengapa makanan yang dijadikan simbol maaf memaafkan kesalahan saat lebaran? Ini juga ada maknanya, mengikuti sunah Rasulullah di mana memberi makanan adalah salah satu kebajikan tertinggi dalam Islam.
Suatu waktu Nabi Muhammad SAW ditanya oleh seorang laki-laki apa perbuatan apa yang terbaik di dalam Islam?
Rasulullah SAW menjawab, “Kamu memberi makan kepada orang lain.” (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dari sunah tersebut maka tradisi berdoa sambil berbagi makanan seperti syukuran, kenduri, dan lain-lain, menjadi tradisi di masyarakat yang dikenalkan oleh Walisongo dan masih lestari hingga hari ini.
Demikian, semoga menambah pengetahuan dan pemahaman.
Selamat Lebaran Ketupat bagi yang merayakan sambil makan ketupat dan lepet 😋