Bukong Hampir Kosong

Kalau ditanya tentang hewan yang ada di Madura, kebanyakan orang pasti ingat sapi.  Ini karena selama ini Pulau Garam tersebut selalu diidentikkan dengan Karapan Sapi.

Padahal ada hewan yang sangat erat dengan Madura. Bahkan endemik atau hanya bisa ditemui di sama yaitu: burung Kakaktua Kecil Jambul Kuning alias Abbotti Cockatoos, yang nama ilmiahnya Cacatua Sulphurea Abbotti.

Burung ini habitatnya ada di Pulau Masakambing, Masalembu, Kebupaten Sumenep. Burung jenis paruh bengkok ini pertama kali ditemukan oleh peneliti asal Amerika Serikat WL. Abbott pada tahun 1907.

Burung yang suka berkelompok dan tergolong cerdas ini oleh orang Madura disebut Bukong. Posisi burung ini juga menonjol dalam budaya Madura. 

Misalnya saja dikenal pepatah Madura: “Akal Bukong” yang artinya akal burung Kakatua. Yang maknanya mengumpulkan sedikit demi sedikit sehingga menjadi banyak. Ini kemungkinan terinspirasi dari pengamatan orang Madura atas aktivitas si burung Kakatua.

Selain itu, di dunia perkerisan Madura. Bukong juga terabadikan dalam hulu atau handle keris. Salah satu hulu keris Madura, terutama dari Sumenep, adalah hulu Kong Bukong. 

Bentuknya terlihat menyerupai burung Kakatua tapi dengan stilisasi abstrak. Stilisasi ini kemungkinan akibat pengaruh Islam yang melarang penggambaran mahluk hidup secara realistik. Ini juga terjadi di banyak hulu keris daerah lain setelah Islam masuk.

Meski stilisasi abstrak, namun sosok burung kakatua atau Bukong masih jelas tergambar dalam hulu Kong Bukong. Sosok Kakatua yang sedang bertengger masih tergambar. Bahkan jambulnya yang rebah ke belakang pun masih tergambar.

Di Madura ada juga yang membuat hulu bentuk burung kakak tua secara realistis. Ukiran burung Kakatua juga kadang muncul sebagai hiasan atau ukiran di hulu jenis lain misalnya di bagian depan hulu Donoriko. 

Itu semua menujukkan bahwa Bukong punya tempat di budaya Madura, dalam hal ini keris. Bersama hewan lainnya seperti Kuda (Samberani) atau Naga.

Tetapi belakangan ini, hulu Kong Bukong agak jarang muncul. Kalah ramai dengan hulu populer Madura seperti Donoriko atau Janggelan. 

Rupanya hal yang sama terjadi pula pada hewan yang menginspirasinya. Kakatua Kecil Jambul Kuning kini terancam keberadaannya.

Di habitatnya Bukong hampir kosong. Dari data Survei Bird Life Internasional, di Pulau Masakambing yang ditetapkan jadi kawasan Ekonomi Esensial (KEE), burung berwarna putih berjambul kuning ini diperkirakan tinggal 25 ekor saja. Versi lain ada yang menyebut tinggal 10 ekor saja.

Sejak tahun 2000 burung ini memang sudah dinyatakan terancam punah. IUCN Redlist telah memasukkannya dalam status konservasi Critically Endangered. Statusnya juga masuk daftar Apendik I CITES sejak 2005 yang artinya dilarang ditangkap dan diperjualbelikan secara internasional. 

Di dalam negeri sendiri hewan ini juga dilindungi dan masuk daftar di dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Upaya konservasi untuk melindunginya juga telah dilakukan. 

Upaya yang sama semoga juga dilakukan oleh masyarakat. Sebab salah satu penyebab hampir kosongnya Bukong ini adalah perburuan. Baik untuk dimakan maupun diperjual belikan sebagai hewan peliharaan. Praktek ini terjadi bertahun-tahun sehingga di habitatnya Bukong hampir kosong.

Semoga meningkatnya kesadaran dan upaya pelestarian bisa membuat burung Kakatua khas Madura kembali banyak dan marak. Semoga juga banyak pecinta keris dan pengrajin keris yang melestarikan hulu Kong Bukong, dengan merawat dan membuat.

Biar hulu Kong Bukong kembali banyak dan semarak. Biar kalau bicara hulu keris Madura gak cuma Donoriko Donoriko saja. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *