De Javu Orde Baru

foto: okezone.com

Saat rehat setelah usai menulis saya membuka email yahoo saya yang jarang ditengok setelah saya memiliki gmail yang lebih cepat. Sebuah email dari Mbak Khofifah Indarparawansa masuk, dikirim oleh teman saya yang orang dekatnya.

Saya buka dan cermati. Intinya mantan Menteri Peranan Wanita ini menilai pemilu legislative 2009 ini jauh dari azas jurdil. Banyak kecurangan dan masalah.

Bahkan dia menilai pemilu Orde Baru lebih baik dari pemilu saat ini. Menuruit dia, Kasus DPT Pileg dan sistmetiknya kecurangan yang terjadi bukti nyata bahwa orde zaman Soeharto berkuasa ternyata lebih baik daraipada orde reformasi.

Alasannya, pada saat orde baru dulu, Undang-undang Dasar (UUD) tak mencamtumkan asas jurdil (jujur dan adil) dalam Pemilu, hanya luber (langsung, umum, bebas dan rahasia) saja.

Artinya menurut dia, Orde Baru sadar bahwa dia tidak akan bisa jurdil, sehingga hanya pakai asas luber. “Lah, saat ini pakai luber dan jurdil, tapi pada kenyataannya tak ada kejujuran dan keadilan,” ungkapnya.

Lalu Mbak Khofifah juga memaparkan masalah DPT yang memang cukup menjadi duri di penyelenggaraan pemilu kali ini. Mungkin sekilas nada pernyataan Ketua Umum Muslimat NU ini terlihat emasional.

Apalagi kalau kita lihat sedikit ke belakang Mbak Khofifah sempat dirugikan oleh DPT saat pilgub Jatim lalu. Manipulasi DPT yang diduga sistematis itu telah menggagalkannya jadi gubernur.

Saya masih ingat saat dia melakukan konfrensi pers dengan bukti-bukti ditumpuh sangat banyak. Bahkan bisa setengah bak truk sampah jika dikumpulkan.

Namun saat itu suaranya tidak banyak didengar, atau didengar sambil lalu. Bahkan MK menolak kembali memproses kasusnya. Sampai sampai dia mengatakan hanya mahkamah akhirat yang akan membelanya.

Tetapi gaung menjadi lebih keras saat masalah DPT diungkap parpol. Aapalgi parpol besar seperti PDIP beberapa saat sebelum pileg. Masalah dan protes DPT semakin nyaring saat parpol yang kalah menilai masalah DPT sebagai kambing hitamnya. Kelompok Teuku Umar pun kemudian berdiri, dimotori PDIP, Gerindra, dan Hanura.

Politisi Hanura AS Hikam yang dulu juga pernah seperjuangan dengan Mbak Khofifah di PKB ternyata juga mengungkapkan pandangan senada tentang pemilu Orde Baru. Mantan Menristek ini menilai kecurangan dan masalah pemilu 2009 seolah mengembalikan praktek pemilu masa lalu saat Orde Baru.

“Ini seperti Dejavu Orde Baru,” ujar pria asal Tuban ini.

Akibatnya menurut Hikam wajar jika kelompoknya mengancam memboikot pilpres jika masalah itu tidak dijelaskan dan diselesikan. Dia mengatakan wajar saja ada ancaman memboikot pertandingan jika yakin hasilnya bisa diatur.

Soal boikot ini memang sempat membuat wacana pilpres satu pasang saja menjadi ramai. Bahkan ada usul perppu pilpres jika SBY ternyata hanya maju seorang diri, tanpa Mega atau yang lainnya.

Lalu apa komentar Pak SBY tentang ancaman Kelompok Teuku Umuar itu? Dia meminta Mega dan kawan-kawan tidak mengkuliahinya soal kecurangan. Dia mengaku merasakan hal yang sama di pemilu 2004 di mana dia bukan incumbent.

“Jangan galak-galak,” ujar SBY yang menyatakan statemen balasan di istananya.

“Galak dari mana, kalau di era demokratisasi yang begini masih belum galak lah,” ujar Hikam di tempat dan waktu yang berbeda.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *