Diskriminasi Bukan Solusi

Foto: viva.co.id

Foto: viva.co.id

“Percaya sama saya, orang itu enggak suka disuruh pindah bus. Naik motor itu paling enak, kapan naik dan kapan berhenti seenaknya, lawan arus, potong arah, paling enak deh. Enggak ada lebih enak dari bawa motor”

Kata-kata itu muncul dari mulut Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Plt Gubernur DKI Jakarta tentang alasannya atas rencana kebijakan yang akan melarang motor melintas di Jalan MH Thamrin. Kebijakan yang rencananya akan diujicoba pada Desember mendatang itu kemarin menjadi perbincangan yang cukup ramai dan menuai pro dan kontra.

Banyak pihak, terutama pengguna motor, yang keget dan tak habis pikir dengan kebijakan ini. Apalagi, rencananya Ahok juga akan memberlakukan larangan yang sama di semua jalan protokol. Artinya jika ujicoba di Thamrin berhasil, maka motor juga akan dilarang lewat Gajah Mada, Hayam Wuruk, Kuningan, sampai Blok M.

Saya termasuk orang yang tidak setuju dengan kebijakan ini. Hal ini bukan karena semata saya adalah pengguna motor, tetapi bagi saya kebijakan ini diskriminatif. Diskriminatif karena mengapa hanya motor yang dilarang? Bukankah motor dan mobil adalah sama-sama pembayar pajak dan berhak atas jalan yang dibangun dengan pajak itu?

Kalau untuk mengatasi macet, mengapa hanya motor yang dilarang? Bukankah mobil pribadi juga menjadi penyumbang macet. Bahkan kalau kita cermati di lapangan, space yang digunakan sebuah mobil, bisa muat untuk minimal empat motor. Sementara kebanyakan mobil dan motor sama-sama ditumpangi satu orang.

Lalu Ahok dan pejabat pemda menjadikan alasan banyaknya korban kecelakaan motor sebagai alasan. Bagi saya ini alasan yang mengada-ada. Sebab kecelakaan motor kan tidak hanya terjadi di Thamrin dan jalan protokol lainnya. Malah yang sering terjadi di kawasan itu adalah berita mobil kecelakaan nyebur ke kolam bundaran HI.

Kalau dibilang naik motor itu berbahaya, sebab kalau jatuh bisa mencelakakan diri, minimal lecet bahkan banyak yang meninggal. Memang benar. Tapi mobil juga tidak kalah bahaya. Bahkan sering satu mobil menabrak banyak orang di pinggir jalan sampai meninggal, dan pengemudinya aman-aman saja. Potensi mencelakakan orang lain saat kecelakaan justru lebih besar mobil. Ingat kasus Afriyani atau pengemudi ayan di Sudirman yang menabrak banyak orang yang sedang gerak jalan?

Lalu kenapa hanya motor yang dilarang dan mobil tidak? Apa ini namanya kalau bukan diskriminasi?

Ahok juga punya alasan bahwa naik motor itu capek dan bikin stres sehingga rawan kecelakaan. “Naik motor itu ada efek psikologisnya. Kamu cepek-capek dari Bekasi, dari Depok ke pusat kota Jakarta. Ketika akan sampai kantor tabrakan,” ujar Ahok.

Saya maklum dengan ucapan tanpa dasar Ahok itu, karena dia tidak pernah naik motor. Naik mobil pun disupirin dan dikawal. Saya justru memilih motor karena cepat dan bisa mensiasati kemacetan, sehingga tidak stres. Banyak kawan sekantor yang memilih tidak memakai mobilnya lagi dan mengganti dengan motor, karena dia stres naik mobil lama sampainya, stuck, dan boros BBM. Jadi terlihat bahwa alasan itu terlalu mengada-ada.

Kita juga tidak bisa menutup mata bahwa salah satu penyebab kecelakaan motor di Jakarta adalah karena kondisi jalan yang buruk. Kondisi jalan yang banyak berlubang sering mencelakakan pengendara motor. Sebuah lubang di jalan mungkin hanya menyebabkan guncangan bagi mobil, tapi bisa fatal jika dilintasi motor. Motor disuruh lewat di lajur kiri, tapi di lajur itu penuh lubang galian kabel, material, bekas galian got, dan lain sebagainya.

Jadi Ahok dan jajarannya sebaiknya memperbaiki kondisi jalan agar tidak banyak lagi yang celaka. Jangan malah menyalahkan pengendara motor, yang justru banyak jadi korban jalan jelek. Ini ibarat buruk muka cermin dibelah.

Atau kalau konsennya untuk mengurangi angka kecelakaan, yang harus dilakukan adalah melakukan penyuluhan dan pelatihan safety riding. Ada tidak program itu? Gak kedengaran tuh? Perketat penerbitan SIM, agar pengendara atau pengemudi tidak becus tidak banyak beredar. Ini yang harusnya dilakukan, bukan malah melarang-larang. Malah justru banyak komunitas motor yang rajin melakukan penyuluhan dan pelatihan safety riding ini dengan swadaya.

Sebenarnya jika larangan dengan alasan tepat dan masuk akal orang akan menerima. Misalnya motor tidak boleh melintas di jalan layang non tol, dan sebagainya. Ini gak ada yang memprotes kan? Sebab memang alasan keamanan bisa dipahami dan masuk akal.

Tapi kalau di jalan protokol gak boleh lewat jelas akan mengganggu mobilitas dan kepentingan banyak orang. Bagaimana dengan para kurir delivery order, tukang pos, wartawan, dan lain-lain. Bahkan di tengah kemacetan, tukang ojek sering menjadi penyelamat para pengguna mobil atau angkutan umum yang buru-buru sampai ke tempat tujuan untuk meeting atau hal genting.

Bagaimana dengan dalih pelarangan motor di jalan protokol dengan maksud agar pengguna motor beralih ke angkutan umum? Saya setuju bahwa cara mengatasi kemacetan di Jakarta adalah membuat pengguna kendaraan pribadi beralih ke angkutan umum. Tapi jangan lupa, kendaraan pribadi itu bukan hanya motor, mobil juga kendaraan pribadi.

Lalu kenapa hanya motor yang dilarang dan mobil tidak? Apa ini namanya kalau bukan diskriminasi?

Sering dikatakan dan jadi alasan bahwa jumlah motor lebih banyak jadi motor langsung divonis sebagai penyebab macet. Coba kita lihat faktanya. Macet itu adalah space jalan berbanding dengan kendaraan di jalan itu. Lihat aja di salah satu jalan termacet di Jakarta: Mampang. Kalau dari segi jumlah, memang motor lebih banyak, tapi coba perhatikan space jalan yang terpakai: 90 persen lebih dikuasai mobil. Motor nyempil-nyempil menyemut kegencet di lajur kiri.

Jadi biar gak diskriminatif, larang juga mobil, jangan cuma motor. Jangan karena para pejabat pada naik mobil lalu melarang motor. Karena sering bersaing rebutan jalan dengan motor jadi benci dan diskriminatif dengan motor. Ini subjektif sekali berarti.

Sebenarnya simpel kok untuk membuktikan bahwa motor bukan satu-satunya penyebab kemacetan. Lihat saja di jalan tol Jakarta, di sana tidak ada motor, macet tidak? Kalau mau coba buktikan juga dengan cara sehari tanpa motor dan sehari tanpa mobil di jalanan Jakarta. Lalu lihat lebih macet yang mana? Jadi mau mengatasi macet hanya dengan mengorbankan motor, mendiskriminasi motor adalah sebuah sesat pikir.

Mereka sadar tidak bahwa jika motor terus didiskriminasi, lama-lama penggunanya beralih menggunakan mobil. Apalagi sekarang banyak mobil murah (LCGC). Bahkan cicilan LCGC seorang teman lebih murah dibanding cicilan motor Kawasaki saya. Bayangkan jika banyak pengendara motor beralih ke LCGC,  jalanan sepertinya akan semakin macet bahkan stuck.

Kendaraan pribadi menjadi primadona juga tidak lepas dari kondisi angkutan umum di Jakarta yang masih jauh dari ideal. Tanpa bermaksud menafikan upaya pemda membangun transportasi publik yang bagus, saat ini faktanya kondisi transportasi umum di Jakarta masih jauh dari memadahi. Bahkan angkutan umum di Jakarta saat ini bukan menjadi solusi macet, justru menjadi penyebab macet. Lihat aja bus kopaja, metromini, angkot, dan lain sebagainya, yang suka berhenti dan jalan sesuka hati.

Angkutan umum yang lebih baik seperti Bus Transjakarta dan Kereta Api pun masih kewalahan menampung penumpang. Di jam pergi dan pulang kerja, kondisinya sangat memprihatinkan. Armada kurang, desak-desakan, sering terjadi pelecehan, dan tindak kriminalitas, bahkan baru saja ada kabar orang keguguran di kereta.

Selain itu, tarif naik angkutan umum juga relatif lebih mahal. Sebagai contoh dari rumah saya di pasar minggu ke Jakarta pusat misalnya butuh sekitar Rp20ribu karena ganti kendaraan umum 3 kali sekali jalan. Jumlah yang sama jika dibelikan bensin non subsidi bisa digunakan hampir seminggu. Ini juga yang menjadi alasan mengapa orang terpaksa naik motor. Karena motor lebih murah dan cepat.

Ahok sendiri menjadi bukti bahwa angkutan umum di Jakarta tidak layak. Buktinya waktu ada kebijakan semua bawahannya naik angkutan umum Ahok malah tidak mau dan tetap naik mobilnya. Berbeda dengan Gubernur Jokowi saat itu yang naik sepeda. Pemimpinnya aja tidak memberi keteladanan, kok malah mau maksa rakyat melakukan hal yang dia saja enggan melakukan.

Selama angkutan umum yang lebih murah, lebih cepat, dan nyaman belum ada di Jakarta, maka orang akan memilih kendaraan pribadi. Jika angkutan tersebut sudah hadir, tanpa disuruh, orang akan ramai-ramai beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum itu. Banyak negara sudah membuktikannya.

Siapa sih yang mau capek, lama di jalan, dan keluar duit banyak, jika ada moda transportasi yang cepat, murah, aman, dan nyaman?

Memang tidak mudah menghadirkan ini. Tapi itulah amanah yang harus dikerjaan saat menjadi pemimpin. Bukan malah frustasi dengan masalah lalu menghadirkan kebijakan yang penuh diskriminasi. Karena yang ditunggu warga Jakarta sekarang ini solusi, yang menguntungkan semua pihak, bukan diskriminasi.

 

 

3 comments to “Diskriminasi Bukan Solusi”
  1. Yg paling baik, adalah dgn instrumen pajak, naikkan saja pajak motor/mobil setinggi mungkin, sebagai mekanisme kontrol kemacetan, pemerintah kan dapat duit, dan tidak perlu melarang2 orang yg pakai motor/mobil, malahan mereka adalah pembayar pajak, jadi berhak memakai jalan

    • Betul seperti di Singapura.
      Kalau di Jakarta kan pajak progresif jalan tapi gak mengurangi orang naik kendaraan pribadi. pertama karena pajaknya kurang tinggi, kedua karena transportasi umumnya blm memadahi

  2. Ini loh solusi macet dan pengurangan subsidi
    BUAT UNDANG UNDANG PENGISIAN BAHAR BAKAR PERTAMINA SAKSI TEGAS ATAU CABUT IZIN NYA BUAT SPBU YG MENGISI PREMIUM UNTUK MOBIL ….LANGKAH INI LEBIH EFEKTIF SETIDAK NYA ADA SISI. PENGURANGAN SUBSIDI PEMERINTAH BAHAN BAKAR PREMIUM UNTUK KENDARAAN MOBIL KARENA MEREKA YG MEMILIKI NYA LEBIH TRRGOLONG ORG MAMPU DI BANDING MASYARAKAT YG MENGUNAKAN RODA 2 DAN ANGKUTAN UMUM
    KEMACETAN AKAN BERKURANG KARENA MOBIL AKaN BERKURANG PENGGUNAAN NY
    Subsidi pemerintah untuk bahan bakar priemium adalah Rp,4500 -perliternya sedangkan .
    ##HITUNGAN.MOBIL
    Kapasistas Premium Mobil pribadi rata-rata 40 liter,
    4500 x 40 liter ( 1 mobil ) = 180,000 subsidi per- mobil
    180,000 x 4 ( x massa rata rata pengisian dalam sebulan ) = Rp.720,000(perbulan) SUBSIDI PEMERINTAH UNTUK 1 MOBIL PRIBADI
    .( enak ya orang mampu disubsidi ).

    Sedangkan Jumlah Kendaraan Mobil pribadi Di DKI JAKARTA
    Total = 3,003.499 x 720.000 (subsidi perbulan 1 mobil pribadi ) = Rp.2,162,519,280,000 – upsss mantap…tambah enak dong

    ##HITUNGAN MOTOR
    Kapasitas Premium Motor Pribadi rata-rata 4 liter .
    4500 x 4 liter ( 1 Motor ) = Rp. 18,000 subsidi per-motor
    18,000 x 4 ( x massa rata-rata pengisian dalam sebulan ) =
    Rp. 72,000 ( perbulan ) SUBSIDI PEMERINTAH UNTUK 1 MOTOR PRIBADI
    ( lumayan lah )

    Sedangkan Jumlah Kendaraan Motor pribadi Di DKI JAKARTA
    Total = 11,929,103 x 72000 (subsidi perbulan 1 Motor pribadi ) =
    Rp. 858,895.416,000 – ups sss masih gedean Mobil ya ( gawat tuch )

    Total perbandingan MOBIL DAN MOTOR subsidi Pemerintah
    MOBIL = Rp.2,162,519,280,000 –
    MOTOR = Rp. 858,895.416,000-

    Makanya Enakan Punya mobil Pribadi toch subsidi MAKYUSS GULIH GULIH ENYOOOOYYYY?>> uda jalnan nya khusus via TOL DAN JEMBATAN LAYANG KAYA DI KASABLACAA KHUSUS MOBIL PRIBADI .
    UDAH VUKUP LAH MOBIL DI SUBSIDI
    SEKARANG TINGGAL PILIH
    HAPUS SUBSIDI YG MANA BUAT KENDARAAN PRIBADI SAJA
    1 . MOBIL PRIBADI
    2 . MOTOR PRIBADI
    JADI PA KLAU MAU HAPUS SUBSIDI MOBIL PRIBADI SAJA
    BUKAN
    MOBIL TRANSPORTASI
    MOBIL NIAGA DISTRIBUSI BARANG PEREKONOMIAN DAN DLL
    DAN MOTOR PRIBADI

    KARENA PENGGUNANYA MASYARAKAT MENENGAH.kebawah
    DAN DAMPAKNYA TDK TERLALU BESAR DI BANDINGKAN DI PUKUL RATA untuk smua kendaraan akan menimbulkan gejolak politik . Ekinomi Dan dapat mengurangi sedikitnya kemacetan di dki jakarta .
    Karena kapasitas luas mobil perbandingan 6 motor di jalan .
    Sedangkan mobil lebih di dominasi pengendara 1 orang pada jam kerja .!! Itu namanya pemborosan dg kapasitas tempat duduk lebih dari 4 .!!!!o
    Dan sebagian dana subsidi bisa untuk pembangunan .. Bagaiimna
    Dengan anda
    Penghapusan subsidi di khususkan hanya kendaraan pribadi (mobil ) saja apa harus di hapuskan ??? Pasti yg demo masyarakat menegah keatas efek nya engga terlalu di kalangan bawah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *