Wajah Megawati Soekarnoputri terlihat sedikit cemberut, sepasang tanduk merah mengiasi kepalanya. Foto tersebut menghiasi halaman grup bernama “Say “No!!!” to Megawati” yang beredar di situs jejaring pertemanan dunia maya Facebook.
Grup Facebook itu menunjukkan bahwa di masa tenang menjelang pemungutan suara ternyata masih terjadi serangan terhadap capres atau parpol. Jika sebelumnya saling serang hanya terjadi di panggung kempanye terbuka dan iklan politik, kali ini media dunia maya pun jadi panggung baru untuk gebuk menggebuk.
Dalam “Say “No!!!” to Megawati”, setidaknya saat tulisan ini dibuat, ada sekitar 86,000 superter yang mendukung di varian pertama dan 4,228 member di varian ke dua. Juga ada verian ke tiga bertajuk “Tolak Mega” yang bergambar foto Mega dengan tanduk dan moncong putih dibuat mirip logo PDIP.
Entah pembuatnya terkait langsung atau tidak muncul juga grup “Say Yes to SBY”, yang dibuat lima varian. Member tiap varian tidak banyak hanya puluhan sampai ratusan.
Seperti sebuah reaksi balasan, kemudian juga muncul gebukan kepada SBY. Muncul grup lain di Facebook yang bernama “Say No To SBY”. Namun membernya hanya 142. Ada juga Say No to SBY-Kalla, say Yes to lainnya.
Capres lain juga tak lepas dari gebukan, ada juga Say No to Prabowo. Bahkan ada juga yang bernada plesetan seperti Say No to SBY/Mega say Yes to Saddam.
Pihak PDIP sendiri menilai grup di Facebook yang mendiskreditkan Ketua Umumnya tersebut adalah tindakan kekanak-kanakan. Politisi Muda PDIP yang juga Sekretaris Fraksi PDIP DPR Ganjar Pranowo menilai hal itu adalah cara menggebuk capresnya dengan cara yang tidak baik.
”Rakyat akan menilai, cara-cara yang baik akan diterima baik, cara-cara yang tidak baik akan diterima dengan tidak baik juga,” ujar Ganjar.
Ganjar yang juga aktif di Facebook ini mengatakan jika hanya grup biasa tidak masalah. Namun jika mendeskreditkan seperti itu bisa terkena Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Apalagi di sana ada foto Mega dengan tanduk di kepalanya. “Kalau substansinya merugikan orang, ini pasti perlu diatur,” ujarnya.
Melakukan manuver politik di situs jejaring bukan hal yang baru, bahkan Presiden Amerika Serikat Barack Obama saat jadi capres juga memanfatkannya. Cara ini yang kemudian juga digunakan caleg dan capres Indonesia mempromosikan diri.
Pengaruhnya pada anak mudan dan masyarakat terdidik juga dinilai luar biasa. Wajar saja sebab sampai tanggal 15 maret 2009 anggota Facebook yang berasal dari Indonesia adalah 1.446.320 orang.
Potensi itu pula yang coba dimanfaatkan untuk gebuk menggebuk menjelang pemilu. Apalagi aturan tentang kampanye di media ini belum ada.
Direktur Eksekutif Center for Electoral Reform Hadar Navis Gumay menyebut Facebook dan hal sejenis sebagai wilayah abu-abu. Wilayah ini yang lolos dari jeratan aturan perundangan karena tidak diatur di dalamnya.
Tentu saja sulit menertibkan di wilayah itu. Akhirnya hanya etika yang bisa berperan di wilayah itu. “Tinggal etika saja, siapa yang memakai etika tidak akan melakukan,” ujarnya.