Hari saat banyak acara untuk diliput adalah hari yang sangat membahagiakan bagi wartawan. Tapi siapa sangka hari itu adalah hari yang sangat sial bagi wartawan seperti aku.
Pagi itu, di hari Kamis seminggu yang lalu, di mana langit sedikit mendung, aku bangun lebih pagi dari biasanya, sebuah perjuangan yang relatif berat. Soalnya aku selalu pulang kerja larut malam dan tidurnya lebih malam lagi. Baca-baca dulu, ngobrol sama anak kos yang mayoritas adalah wartawan. Atau kegiatan yang lain ya sekedar melepaskan stres dan penat sembari kembali menghimpun tenaga untuk kembali meliput besaoknya.
Bagun pagi aku langsung meluncur ke Asrama Haji Pondok Gede. Meliput acara Pencak Silat Pagar Nusa. Ini wajib diliput, sebab koranku menjadi media partner acara tersebut. Jadi berita harus ada, ya cara iklan model baru, iklan tapi tak tampak sebagai iklan.
Usai mendengar ceramah dari Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi dan Meneg Pora Adhyaksa Dault, aku sedikit berdiskusi dengan Millah, humas PBNU. Kita bicara mengenai persaingan koran yang sangat keras di tingkat sirkulasi. Kita bahas daerah Jawa Timur yang konon daerah dengan persaingan ter “panas”. Jadi terurai bagaimana sebuah koran diborong dan dibakar demi persaingan dan cara-cara tak sehat lainnya.
Padahal wartawannya di lapangan sahabatan. Tuker-tukeran agenda, saling membantu. Tapi ada juga sih persaingannya yaitu mendapatkan angle yang terbaik di antara teman yang lain atas berita yang sama. Sukur-sukur dapat berita eksklusif.
Sedang asik ngobrol, tiba-tiba HP ku berdering. Mbak Yuvi Humas Meneg PAN memberitahu ada jumpa pers Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel) KPK, siang itu.
“Jam 2 ya Ian, kasih tau temen-temen yang laen ya,” kata Mbak Yuvi.
Tak berapa, setelah sholat Dzuhur sebentar di masjid yang biasa diapakai para calon haji, aku langsung meluncur dengan motor Jupiterku yang sangat setia mengantarku kemana-saja.
Jarak Asrama Haji di Pondok Gede dengan Kantor Meneg PAN di Senayan lumayan jauh juga. Balum lagi panas banget. Kepala rasanya seperti dioven di dalam helm. Makanya jangan heran rambutku banyak putihnya semenjak tinggal di Jakarta.
Tapi melawan jarak dan kemacetan sudah menjadi makanan sehari-hari kami para wartawan. Apalagi jika wartawan floatingan. Istilah temen-temen, ngukur Jakarta tiap hari. Pernah satu bulan spido meter motorku bertambah lebih dari 7000 km sebulan.
Akhirnya setelah salip kiri-salip kanan, sampai juga di acara jumpa pers. Di sana Pak Taufiq Effendi Ketua Pansel KPK yang juga Meneg PAN mengungkap ada penipu yang mengatas namakan dirinya dan Sekretaris Pansel Pak Gunawan, memeras para calon ketua KPK.
Penipu memang tambah pinter saja, tahu dia ada seleksi KPK. Berarti para penipu itu baca koran juga ya. Bukannya selama ini “penipu-penipu” itu juga membaca koran dan di jadikan narasumber di koran? Embuh ra weruh.
Habis dari acara itulah kesialan bermula. Dari tempat itu aku berencana menuju Gedung PBNU ada diskusi tokoh-tokoh nasional membahas amandemen. Ada Pak Hasyim, ada Kwik Kian Gie, ada Tri Sutrisno, Tyasno Sudarto, Muji Sutrisno, dan lain-lain.
Acara jam 14.30, jam di tanganku menunjukkan pukul 14.30 kurang dikit. Aku harus segera sampai di sana. Motorku keluar dari kantor itu menyusuri jalan didepannya untuk memutar arah.
Belum jauh terlihat sebuah mobil bak terbuka akan berbalik arah memotong jalan didepanku. Aku kurangi kecepatan. Sial, mobil yang kuduga langsung belok dan jalan terus, ternyata berhenti dulu memalangi jalan. Mungkin supirnya kurang ahli atau masih baru.
Laju motor sudah sulit dihentikan, rem mendadak jadi pilihan. Itu yang membuat motorku tergelincir dan aku terhempas ke aspal. Sial. Motorku gak parah sih, Cuma bengkok stangnya dan lecet dikit. Aku juga cumalecet di dengkul dan mata kaki, kesleo dikit, dan sialnya lagi celana baruku sedikit bolong tergesek aspal.
Aku tak marah pada supir mobil yang sempat berhenti tapi jalan lagi karena tak kumarahi. Buat apa marah ama dia toh tak parah-parah amat. Selain itu yang penting aku selamat. Sudah banyak masalah buat apa ditambah-tambah.
Akhirnya aku pulang dengan mengendarai motor yang setirnya sedikit bengkok ke kanan dan gagal liputan ke PBNU. Sialnya lagi di hari itu, malamnya aku harus pulang lewat jam 12 malam. Soalnya ada rapat, biasa ada teman yang kebobolan berita..apes dah sial.sial. (suatu malam di menera kebon sirih)