Kalau ditanya pertandingan mana yang paling seru di Piala Dunia kali ini, saya akan menjawab pertandingan Inggris melawan Jerman. Serunya pertandingan ini bukan hanya karena aksi adu gocek bola dua jagoan sepak bola benua Eropa, tetapi juga karena ada kontroversinya.
Kontroversi ini bermula saat Inggris yang tertinggal 2:0 dari Jerman, mencoba mengejar ketertinggalan. Upaya Tim Tiga Singa mulai menunjukkan hasil saat sundulan Matthew Upson berhasil memperkecil ketertinggalan. Tak lama sesudahnya tendangan keras Frank Lampard juga berhasil membobol gawang Jerman.
Tapi sayang Wasit asal Uruguay Jorge Larrionda yang memimpin pertandingan tak mensahkan gol itu. Wasit menilai bola tak melewati garis gawang jadi tidak gol, padahal di tayangan ulang sangat jelas bola terlihat sudah melewati garis namun memantul kembali keluar.
Banyak protes berbagai kalangan tentang gol yang tak dianggap ini, terutama mereka yang menyaksikan melalui televisi atau media elektronik lainnya. Kecaman pada wasit juga memenuhi jejaring sosial di internet.
Sang wasit pun sampai jadi sangat populer usai pertandingan di 16 besar itu. Ketidakjeliannya bersama asisten atau hakim garisnya, dinilai membuat Inggris kehilangan momentum untuk mengimbangi tim Panzer. Saat itu Inggris yang terlihat mencoba mengejar kekalahan justru kemudian menjadi terlihat lemah dan digulung habis Tim Panser 4:1.
Sinisme terhadap Larrionda semakin besar ketika melihat track record wasit berusia 42 tahun ini. Wasit ini tercatat suka dengan mudah mengganjar pemain dengan kartu merah. Apalagi sebelumnya dia juga membuat kontroversi saat pertandingan Serbia melawan Australia. Saat itu dia tak memberikan penalti walau pemain Australis Tim Cahill hands ball di kotak terlarang. Akibatnya Serbia pun gagal menemani Jerman ke 16 besar.
Namun apapun yang terjadi, keputusan wasit sudah final dan bersifat mutlak. Di sepak bola wasitlah rajanya. Apalagi FIFA juga sudah menegaskan bahwa video tidak dipakai sebagai acuan sah atau tidaknya sebuah gol. Ini tentu dimaksudkan FIFA untuk memperkuat keputusan wasit.
Ini memang dilema. Jika video disahkan sebagai pendukung keputusan maka memang akan muncul banyak “wasit luar lapangan”. Jika video lebih akurat lama-lama kita tak butuh wasit juga, cukup kita saksikan dari kamera. Namun jika hanya mengandalkan wasit, maka kejadian “ketidak adilan” seperti yang dikeluhkan Inggris akan selalu terjadi. Maklum sajawasit adalah manusia yang terbatas inderanya, dan matanya tak setajam kamera.
Terlepas soal tersebut, kejadian kontroversi gol Inggris itu mengingatkan kita ke momori saat Piala Dunia tahun Piala Dunia 1966. Saat itu Inggris juga bertanding dengan Jerman. Permainan sengit berjalan imbang 2:2. Setelah dilakukan perpanjangan waktu, Pemaian Inggris Geoff Hurst melepaskan tendangan ke gawang dan bola membentur mistar gawang.
Saat itu wasit juga ragu apakah itu gol atau tidak kemudian berkonsultasi dengan hakim garis terlebih dulu, dan akhirnya mengesahkan gol tersebut. Inggris pun bersemangat dan Hurst sendiri akhirnya sukses mencetak gol ketiga dan memberikan kemenangan 4-2 sekaligus membawa Inggris juara pada PD 1996, di Stadion Wembley. Namun belakangan diketahui bahwa gol yang disahkan wasit sebenarnya tidak gol, sebab saat itu bola masih di luar garis gawang.
Jadi kisah gol Inggris yang tak diakui wasit di Piala Dunia 2010 ini bak dejavu atas pertandingan tahun 1966. Namun kasusnya berbeda. Kalau dulu bukan gol tapi diakui gol oleh wasit, sekarang kebalikannya gol tapi tidak diakui. Maka lebih tepatnya Tiga Singa sedang mengalami karma.
Karma ini sepertinya disadari betul oleh pemain Inggris Steven Gerrard sendiri. Saat banyak orang menyalahkan gol yang tidak diakui sebagai pemicu kekalahan Inggris, termasuk sang pelatih Fabio Capello, Gerrard justru lebih dewasa menyikapinya. Sang kapten menegaskan gol yang dianulir itu bukanlah penyebab kekalahan utama timnya.
Meski mengatakan kejadian itu ada dampaknya bagi timnya namun itu bukan alasan utama kekalahan. Dia mengatakan kekalahan tim karena memang timnya melakukan banyak kesalahan dan tidak bermain bagus. Di sisi lain harus diakui Tim Panser mampu mengembangkan permainan menarik dengan para pemian mudanya.
Kejadian ini memberikan pelajaran bahwa karma juga berlaku dalam Piala Dunia. Maka alangkah bijaknya jika Tim Tiga Singa menerima saja karma itu dan menjadikannya pelajaran sembari memperbaiki diri.