Dengan berapi-api Pramoedya Ananta Toer menyatakan bahwa keris itu hanya jiplakan atas pisau kecil bangsa Portugis yang namanya Kuros. Berawal dari orang Portugis yang masuk ke Nusantara dengan mengacung-acungkan Kuros lalu orang Jawa yang melihatnya kemudian membuat senjata serupa dan dinamai Keris.
Orang Jawa menjiplak Kuros agar seperti orang Portugis yang lebih superior. Ini terjadi setelah Portugis masuk dan mengalahkan bangsa-bangsa di Nusantara termasuk Jawa.
Hal itu disampaikan Pram dalam diskusi “Pram dan Kita” tanggal 14 Februari 2003 di Gedung UC Universitas Gadjah Mada (UGM). Kala itu saya yang masih mahasiswa UGM hadir dan duduk paling depan menyimak penulis yang sangat saya idolakan itu.
Meski saat itu saya ngefans berat dengan Pram, bahkan saya berburu dan mengoleksi buku-buku lamanya yang langka, tapi apa yang disampaikan saat itu mengganjal di benak saya. Sebab dengan logika sederhana tanpa harus mengkaji sejarah lebih dalam, kita juga mudah mengetahui bahwa apa yang disampaikan Pram tidak akurat alias ngawur.
Di novel fiksi sejarah “Arus Balik” Pram menceritakan kedatangan bangsa Portugis yang disebutnya merupakan awal kemunduran Nusantara itu di abad XVI. Sementara keris itu sudah ada jauh sebelum itu. Ken Arok dan keris Mpu Gandring yang terkenal itu saja ada di abad XIII. Bahkan Pram sendiri menulis soal itu di novel “Arok Dedes”.
Anehnya saat itu hadirin termasuk pembicara, yang kebanyakan akademisi dan intelektual manggut-manggut dan bertepuk tangan membenarkan apa yang disampaikan Pram. Tidak termasuk saya tentu saja.
Tapi saya mengerti dan menilai wajar Pram berpendapat demikian. Sebab sebagai tokoh Lekra yang berhaluan komunis, dia dulu di masa jayanya bermusuhan dan menyerang dua kelompok; yaitu kelompok islamis dan kelompok feodal. Keraton dan budaya di sekitarnya termasuk Keris dianggap representasi feodal.
Meski demikian, apa yang disampaikan Pram membuat saya penasaran. Lalu saya baca-baca terkait Portugis. Sejarahnya, budayanya, dan lain sebagainya.
Hasilnya sesuai dugaan awal, tidak ada Kuros. Memang orang Portugis memiliki belati atau senjata tusuk (dagger) tapi namanya Rondel.
Di kemudian hari, saya juga membaca buku “Summa Oriental” Tome Pires dan semakin memperjelas bahwa apa yang dikatakan Pram itu ngawur.
Summa Oriental adalah catatan Tome Pires, orang Portugis yang datang keliling Nusantara dan kawasan Asia lainnya di abad XVI. Dia adalah orang pertama di abad abad itu yang menulis penjelasan mengenai dunia Timur secara luas, seksama, dan terpercaya. Karenanya bukunya yang diterbitkan dengan judul: “Suma Oriental: Perjalanan dari Laut Merah ke Cina & Buku Francisco Rodrigues” itu dinilai sebagai laporan pertama tentang Asia Tenggara yang ditulis dengan kacamata orang Barat dan banyak jadi rujukan para sejarawan.
Dalam Summa Oriental, Pires menulis detail tempat atau kerajaan yang dikunjunginya. Walau kadang menulisnya agak salah, misalnya Cirebon disebut Cheroboam, Surabaya disebut Curubaya, Tuban ditulis Tobam, dan lain sebagainya. Tapi aspek sosiologis, budaya, sampai perekonomian ditulis detail.
Soal Keris, Pires menulisnya di bagian catatan soal Majapahit. Saat berkunjung ke sana dan melihat orang Jawa di Majapahit selalu mengenakan Keris, Pires memang teringat budaya negerinya yang mana orang juga selalu membawa senjata tikam.
“Mereka membawa keris ini di punggungnya seperti halnya belati yang dikenakan di Portugal”
Dari tulisan Pires jelas sekali bahwa Keris sudah ada sebelum Portugis hadir dan tidak terinspirasi bahkan menjiplak senjata tikam bangsa Barat itu. Yang sama cuma budaya membawa ke mana-mana yang juga ada di budaya Arab, Persia, dan negeri lainnya.
Keris, tulis Pires, saat itu merupakan bagian dari hukum di Jawa Majapahit untuk para penduduknya. Di mana setiap lelaki di Jawa, baik yang kaya maupun yang miskin, harus menyimpan keris, tombak dan perisai di rumahnya. Tidak seorang pria pun, yang berusia antara dua belas hingga delapan puluh tahun, diperkenankan keluar dari pintu rumah tanpa mengenakan keris di ikat pinggangnya.
Dari sana kita tahu bahwa saat itu diatur atau diwajibkan bahwa setiap lelaki harus bersenjaga. Tentunya agar selalu siap tempur. Selain keris juga sebagai piyandel atau simbol karakter tiap orang kala itu.
Selain itu, Pires juga mengungkapkan bahwa harga senjata termasuk keris saat itu cukup murah. Ini mungkin karena saat itu Keris masih sederhana dan mengejar fungsi utamanya sebagai senjata tusuk untuk betempur. Atau yang dijumpai Pires ini keris masyarakat pada umumnya, yang tentu beda dengan keris pejabat atau kerjaaan yang garap dan bahannya tidak murah.
Jadi kalau masih ada yang percaya bahwa bahkan mengkampanyekan bawah Keris itu jiplakan dari Kuros, maka dia percaya hoax dan sedang menyebar hoax.
Harusnya kita itu, sebagaimana kata Pram sendiri, kritis dan jangan percaya dan menelan mentah-mentah lalu nurut-nurut saja. Kalau itu yang terjadi, masih kata Pram, maka kita sejatinya bukan manusia tapi hewan ternak.