Akhirnya sampai juga saya di tempat itu. Puluhan orang sudah memadati gedung lama di tengah kota yang tak seberapa luas itu. Saya tiba-tiba merasa asing di sana.
Hampir semua yang hadir berpenampilan senada, nyaris seragam. Semua pria berjenggot, ada yang lebat, ada pula yang hanya beberapa helai namun dipaksa dipanjangkan. Rata-rata mereka juga memakai gamis atau celana cingkrang dipadu dengan peci atau sorban.
Tentu kontras dengan saya yang datang dengan potongan cepak serta memakai kaos oblong, celana jeans, dan ransel. Apalagi tak satupun mereka mengenal saya, demikian pula sebaliknya. Saya bagaikan sebatang jamur yang tumbuh di lautan rerumputan.
Saat baru tiba dan sebelum memasuki ruangan, mereka terus memandangi bahkan ada yang mengikuti gerak gerik saya. Saya tidak menyalahkan kecurigaan mereka. Tapi tetap saja kikuk rasanya. Apalagi saya tidak menemukan satu pun orang yang penampilannya sejenis dengan saya.
Akhirnya bergegaslah saya ke meja panitia dan menyampaikan maksud kedatangan saya.
“Saya wartawan ditugaskan untuk meliput acara ini,” kata saya sambil menunjukkan copian undangan yang saya bawa dari kantor.
“Oh wartawan, silahkan masuk dan pilih tempat duduk mas. Ustaz Abu masih dalam perjalanan,” kata seorang panitia.
Lalu saya masuk dan memilih tempat duduk di pojok. Sambil mempersiapkan buku catatan dan recorder.
Tak lama kemudian, datang seorang pria menghampiri saya. Pria ini berbadan lumayan tinggi dan besar. Meski saya termasuk tinggi, tapi masih kalah dengan orang ini. Tanpa basa-basi, dia langsung duduk dan merapat dekat tempat saya duduk.
“Mas wartawan ya?” katanya setengah berbisik, namun mukanya tidak menghadap saya dan seolah sedang menatap ke sudut lain.
“Iya pak, saya wartawan koran,” jawab saya.
“Saya intel mas. Intel polda,” timpal pria itu dengan nada setengah berbisih, bahkan lebih lirih dari sebelumnya.
Oh intel, pantas saja pakaiannya beda dengan hadirin yang lain, kata saya dalam hati. Saya perhatikan kembali memang pakaian pria ini lain, dan setelah dia mengaku intel, saya baru sadar setelan pakaian dia memang “intel banget”. Bau-bau tampilan aparat begitu terlihat, apalagi jaket kulit hitam yang jadi ciri khas, tak lupa ia kenakan.
Tak banyak obrolan saya dengan dia. Hanya sempat membahas kesamaan nasib dikirim atasan ke tempat itu. Saya diminta meliput, sementara dia diminta memantau acara ormas yang selama ini dicap sebagai organisasi yang banyak melahirkan teroris itu.
Saya kemudian berpikir, ini toh yang biasa disebut orang “intel melayu”. Intel atau agen intelijen tapi ngaku bahwa dia intel saat bertugas.
Tidak lazim? Ya memang tidak lazim, jika bayangan anda seorang intel ini seperti Ethan Hunt, Jason Bourne, atau James Bond. Apalagi kalau anda berharap intel melayu bisa berpenampilan menyesuaikan daerah operasi, laiknya intel yang ada di film-film Hollywood seperti nama-nama tadi.
Intel melayu punya dress code sendiri. Biasaya yang tak pernah ketinggalan, dan seolah hukumnya fardu ain adalah: jaket kulit. Jaket khas intel melayu yang sepertinya “made in Garut” ini lah yang selalu membuat mereka bisa ditebak.
Mungkin kalau Hunt, Bourne, atau Bond pake jaket itu juga, akan ketahuan kalau mereka intel. Apalagi kalau sembari bilang: “saya intel” seperti orang di sebelah saya tadi.
Tapi itulah intel melayu. Yang cuma ada di Indonesia. Mungkin ini juga termasuk kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestarikan hehe.
Bicara soal intel, ada juga intel yang ngaku-ngakunya lebih vulgar. Bahkan ditulis gede di pinggir jalan. Tak jarang provokatif dan sampai memancing orang untuk menyikatnya.
Saya termasuk yang pernah terpancing sih. Betapa tidak, perut sedang lapar-laparnya lalu baca tulisan di pinggir jalan: di sini ada intel: indomie telor. Jasa intel yang ini juga cukup banyak. Berhasil menjadi solusi pemadam kelaparan banyak orang.
Tapi intel yang satu ini gak pake jaket kulit.
hahahahahaha intel kok ngaku, jangankan keorang lain ke bini sendiri aja kagak boleh tahu kalu dia itu bertugas di bagian intel
Hahaha…. gw pernah ngalamin jg waktu liputan orasi Bendera di tuprok. Intel gerombolan di gerbang. Mereka minta data isi orasinya… makjanggg…