Pria berdasi dan berjas rapi bergegas masuk ke sebuah stasiun yang terlihat elok dan bersih. Sesampainya di dalam dia kemudian membeli tiket di mesin elektronik, lalu melewati portal dan menuju tempat kereta datang.
Tak lama menunggu di peron yang sejuk muncullah kereta listrik yang ditunggu. Pintu otomatis terbuka, bagian dalam kereta yang bersih dan rapih segera menyambutnya.
Di dalam sejuk dan ada tempat duduk yang juga bisa dilipat. Tempat nyaman ini diprioritaskan untuk manula, ibu hamil, dan sebagainya. Penumpang yang berdiri juga tertib, tak ada yang menumpang seenaknya apalagi naik di atas atap.
Kereta pun seperti lagu anak-anak, kretaku tak berhenti lama. Perjalanan cepat menjangkau hampir semua wilayah penting dan tiba di stasiun tepat waktu.
Di stasiun pedagang tidak semrawut, tertata rapi dalam toko yang elok. Stasiun juga jadi tempat strategis yang dekat dengan mal dan perkantoran.
Itulah suasana kereta listrik di negeri sakura Jepang yang diidamkan Ma’ruf, 30, warga Bogor. Karyawan swasta yang tiap hari naik KRL dari Bogor ke Jakarta ini mengatakan jika ingin commuter diminati memang harus meniru Jepang.
Karena itu dia mengharapkan pemerintah merealisasikan hal itu. “Harga karcis dinaikin tidak masalah kalau bisa pelayanan seperti itu. Harusnya pemerintah mencontoh Jepang,” katanya.
Ma’ruf mengatakan jika pemerintah tidak bisa merealisasikan mimpi itu mendingan. Diserahkan pada pihak swasta saja. Pihak swastanya juga jangan hanya satu pihak saja.
Misalnya di Jepang ada enam pengelola swasta yang memegang kereta listrik. “Dengan begitu mereka bersaing dan imbasnya pelayanan dan fasilitas akan semakin baik, konsumen yang diuntungkan,” tuturnya.
Hal senada diungkapkan Edy, 35, warga Bojong Gede yang langganan naik Kareta Rel Listrik (KRL) Jakarta. Edy yang setiap berangkat kerja naik KRL dari Bojong ke Jakarta memimpikan suatu hari kareta listrik di Jakarta bisa seperti di Jepang.
“Saya pengen seperti itu, saya sering lihat di TV kereta di Jepang sangat bagus, makanya orang-orang sana suka naik kereta,” ujarnya.
Meski pesimis KRL Jakarta akan seperti di negeri sakura, Edy tetap bermimpi suatu saat hal itu akan hadir di sini. Jika sudah seperti itu dia yakin penggunaan kendaraan pribadi akan menurun dan orang memilih naik kereta, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah penyangga Jakarta.
Beberapa waktu lalu, PT KAI Daerah Operasi I Jabodetabek memang membawa oleh-oleh dari negeri sakura. Namun bukan sistemnya melainkan 10 unit kereta rel listrik dari Jepang yang akan tiba Juni mendatang.
Penambahan KRL ini dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan. Kepala Hubungan Masyarakat PT KA Daop I Jabotabek Sugeng Priyono mengatakan, kedatangan 10 unit KRL tersebut adalah program dari PT KA.
”Rencananya ada 40 unit yang akan kami datangkan, tapi itu secara bertahap,” papar Sugeng beberapa waktu lalu.
Menurut Sugeng, semua KRL baru ini akan difungsikan untuk melayani jalur Bogor, Bekasi, dan Tangerang. Nantinya akan dioperasikan untuk ekonomi AC dan eksekutif.
Mungkin penambahan itu akan membantu operasional KRL. Namun hal itu rupanya tidak membuat Ma’ruf dan Edy optimis akan pelayanan KRL. Mereka mengaku mengharapkan sistemnya yang diadopsi dan di bawa ke sini, bukan hanya rangkaian gerbongnya.