Menguntit Kanjeng Kiai Bontit

Tombo ati iku ono limang perkoro

Kaping pisan moco Qur’an sak maknane

Kaping pindo sholat wengi lakonono

Kaping telu wong kang soleh kumpulono

Kaping papat kudu weteng ingkang luwe

Kaping lima dzikir wengi ikang suwe

Salah sawijine sopo bisa ngelakoni

InsyaAllah Gusti Allah nyembadani

Obat hati itu ada lima macamnya

Yang pertama baca Qur’an dan maknanya

Yang kedua sholat malam kerjakanlah

Yang ketiga berkumpullah dengan orang soleh

Yang keempat perut harus lapar (berpuasa)

Yang kelima lakukan dzikir di malam hari

Siapa bisa melakukan salah satunya

InsyaAllah Gusti Allah akan mencukupi 

Itu adalah lagu atau tembang Tombo Ati (obat hati). Jika ditanya soal lagu itu, generasi saat ini rata-rata menjawab itu adalah lagunya Opick. Wajar saja karena dia yang turut mempopulerkannya dewasa ini.

Sebenarnya pencipta tembang atau lagu itu adalah Sunan Bonang. Dia adalah salah satu dari sembilan wali, yang merupakan putra dari Raden Rahmat alias Sunan Ampel.

Nama Sunan Bonang sendiri konon adalah nama julukan karena dia mahir memainkan alat musik bonang. Di tangannya, lantunan tembang diiringi bonang selalu berkumandang untuk mengundang orang datang. Kepada kumpulan orang yang tertarik dengan tembangnya inilah dia menyebarkan dakwahnya.

Dalam berdakwah, Sunan Bonang selalu membawa sebilah keris yang diletakkan di pinggang bagian depan. Ini cara nyengkelit keris ala ulama, yang karena memakai jubah maka menyelipkan keris di belakang menjadi susah.

Keris yang biasa dibawa-bawa Sunan Bonang adalah keris Kanjeng Kiai Bontit. Keris berdapur tilam upih ini tampil sederhana dengan pamor dan sandangan yang sederhana pula.

Saking sederhananya, bahkan begal pun pernah urung merampasnya. Itu terjadi saat Sunan Bonang dibegal oleh Brandal Lokajaya. 

Lokajaya yang bernama asli Raden Said ini semacam Robin Hood dari Tuban yang akhirnya justru menjadi murid Sunan Bonang. Bahkan kemudian dia menjadi salah satu Wali Songo yang sangat terkenal dengan gelar Sunan Kalijaga.

Meski sederhana, keris Kanjeng Kiai Bontit ini menjadi pusaka yang sangat berharga. Pasca wafatnya Sunan Bonang yang di makamkan di depan Masjid Tuban, keris ini jadi salah satu pusaka utama penguasa Tuban. 

Tetapi pada akhirnya keris ini tidak di Tuban lagi. Untuk tahu ada di mana sekarang pusaka ini, mari kita menguntit Kanjeng Kiai Bontit dari jejak sejarah.

Bermula dari merosotnya kekuasaan Mataram, banyak daerah utamanya di pesisir mulai dikuasai VOC. Daerah tersebut menjadi kompensasi bagi jasa VOC yang memberi bantuan pada penguasa Mataram dalam menghadapi berbagai pemberontakan.

Tuban temasuk daerah yang jadi korban, tapi penguasanya melawan. Maka penguasa Tuban ini dibungkam dan diganti adipati yang ditunjuk dari Kraton Kartosuro yang lebih kooperatif dengan VOC.

Melalui penguasa dari Katosuro inilah, pusaka Tuban diambil dan dipindah ke Kraton Kartosuro dan masuk gedong pusaka Mataram. Termasuk keris Kanjeng Kiai Bontit.

Saat mataram pecah menjadi Surakarta dan Yogyakarta, terjadi pembagian pusaka Mataram. Kanjeng Kiai Bontit termasuk pusaka yang ikut ke Surakarta. 

Mengutip laporan Majalah Keris vol 10 2008 hal 39, keris Kanjeng Kiai Bontit kemudian menjadi milik Pangeran Joyokusumo, putra PB IV. Lalu berpindah tangan ke GPH Suryo Hamijoyo, putra PB X, yang tercatat jadi pemilik terakhir.

Dalam upaya menguntit Kanjeng Kiai Bontit ini, sempat terduga pusaka ini terbawa ke Yogyakarta. Sebab diketahui Pangeran Mangkubumi yang kemudian menjadi Hamengkubuwono I, meberikan keris yang bergelar Kanjeng Kiai Bontit kepada putranya yaitu Pengeran Notokusumo yang di kemudian hari jadi Pakualam I. 

Keris tersebut adalah pendamping dari keris Kanjeng Kiai Kopek yang diserahkan pada saudaranya yaitu Pangeran Sundara yang jadi Hamengkubuwono II. Keris Kanjeng Kiai Bontit ini sekarang jadi keris utama penanda tahta Pakualaman, sebagaimana Kanjeng Kiai Kopek jadi penanda tahta Kasultanan Yogyakarta.

Meski namanya sama-sama Kanjeng Kiai Bontit, ternyata keris yang di Pakualaman bukan keris Sunan Bonang. Sebab keduanya berbeda dapur atau bentuk.

Mengutip Pujangga Senior Pakualaman, Kanjeng Raden Mas Tumenggung Mangunkusuma dalam wawanacara dengan Okezone, dapur Kanjeng Kiai Bontit yang di Pakualaman adalah Sabuk Inten. Sementara keris Sunan Bonang berdapur Tilam Upih khas keris Tuban. Maka bisa dipastikan bahwa Kanjeng Kiai Bontit di Pakualaman bukan Kanjeng Kiai Bontit milik Sunan Bonang.

Bagi saya yang orang Tuban dan mungkin juga bagi orang Tuban lainnya, menguntit keris Kanjeng Kiai Bontit ini penting. Sebab keris ini adalah pusaka penting milik tokoh Tuban yang sangat penting.

Alhamdulillah sampai saat ini, setelah berabad-abad kita masih bisa melihat wujud keris ini secara jelas, dan akan banyak membantu dalam memahami tipologi bentuk keris Tuban.

Monggo fotonya dipirsani sambil nyanyi Tombo Ati. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *