Bacaan Quranya bagus, namun beberapa kali terhenti. Setiap bacaannya terhenti dia meminta maaf lalu melanjutkan lagi. Beberapa lama kemudian terhenti lagi, lalu melanjutkan lagi.
Awalnya saya kira dia lupa hafalan Qurannya. Tapi setelah saya perhatikan lagi, ternyata dia adalah seorang tunanetra yang membaca Al Quran yang tercetak dengan huruf braile. Saya pun menjadi maklum mengapa bacaannya sering terhenti.
Dia adalah seorang ustaz tunanetra. Ustaz ini (maaf saya lupa namanya) siang tadi mengisi ceramah di mushola kantor kami. Dia membacakan Quran selaligus terjemahannya beserta tausiyah terkait ayat yang dibaca.
Ustaz ini juga bercerita bahwa dirinya sering menulis. Tentu dibantu dengan dibantu aplikasi khusus di komputernya. Juga mengatakan bisa menerima dan menjawab SMS dari jamaah. Ini juga dibantu aplikasi khusus yang mengkonversi teks menjadi suara, dan sebaliknya.
Isi ceramah ustaz ini sebenarnya biasa saja, tidak terlalu istimewa. Hal yang istimewa adalah dia menyadarkan kita semua, bahwa beribadah dan berbuat baik itu harus tetap dilakukan apapun kondisinya.
Meski memiliki kekurangan dalam penglihatan, tak membuatnya berhenti membaca dan mempelajari Al Quran. Tak menghalangi dia pergi berdakwah ke mana saja. Bahkan dia juga produktif menulis. Sementara kita yang melek, kadang malas baca Quran, atau bahkan tidak pernah baca sama sekali. Menulis? Boro boro, baca aja malas.
Kemudian seorang jamaah bertanya apa yang membuat ustaz ini tegar menerima kekurangannya dan tetap termotivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Sementara kebanyakan dari kita, mendapat sedikit masalah atau kekurangan saja sudah membuat jadi patah arang.
Ustaz itu menjawab, kuncinya adalah selalu melihat ke bawah, jangan selalu melihat ke atas.
“Jangan lihat kekurangan kita, tapi lihat juga pemberian lain yang Allah berikan pada kita. Manfaatkan jangan sia siakan,” ujarnya.
Lalu dia menceritakan pengalamannya berdakwah ke sebuah perkantoran. Saat itu dia dibantu jalan oleh seorang anak muda. Ustaz bertanya ke anak muda yang membantunya, di kantor itu dia bekerja di bagian apa? Lalu anak muda itu menjawab bahwa dirinya cuma seorang cleaning service.
“Saya lalu tegur dia. Cleaning service kok cuka cuman. Syukuri mas, masih banyak di luar sana saudara kita yang butuh kerja. Syukuri pekerjaan anda, jangan lihat ke atas saja,” tuturnya.
Menutup tausiyahnya, ustaz berpesan bahwa kerja itu jangan hanya lihat hasilnya sedikit atau banyak. Tapi tetap berusaha bekerja sebaik mungkin dan ikhlas, isyaallah, nanti Allah yang akan mengangkat derajat kita.
Sebuah nasihatnya yang bagus. Sebuah nasihat melihat dari seorang tunanetra. Sebuah nasihat yang semoga membuat kita kembali melihat ke bawah dan mensyukuri apa yang kita punyai.