Kalau ditanya dapur atau model keris apa yang paling saya sukai, jawabannya adalah dapur Urubing Dilah atau Damar Murub. Dalam Bahasa Indonesia artinya nyala lentera atau lentera yang menyala.
Saya suka dapur ini karena bentuknya unik; keris lurus dengan ujung berkelok menyerupai api yang menyala pada sebuah lentera. Dapur ini di buku dapur keris masuk jajaran dapur keris luk tiga, karena luk bentuk api tadi itu jumlahnya tiga, tapi ada pula yang membuat apinya dengan luk lima.
Luk api ini selain melekat di dapur khusus Urubing Dilah, juga sering dilekatkan di dapur lain. Misalnya dapur Singa tapi ujungnya ada Urubing Dilah, maka jadi dapur Singa Urubing Dilah. Atau yang terkenal yaitu dapur ciptaan Sultan HB VII; berupa dapur Pasopati yang ujungnya ada Urubing Dilah, maka jadilah Pasopati Urubing Dilah, yang juga disebut Pulanggeni versi Yogya. Foto keris di tulisan ini berdapur itu.
Saya suka dapur Urubing Dilah juga karena ini dapur yang sesuai dengan nama saya. Dilah atau Damar di Bahasa Jawa, itu sama artinya dengan Dian di Bahasa Melayu yang diadopsi jadi Bahasa Indonesia yaitu lentera yang menyala. Maka saya sering menyebut dapur ini sebagai dapur Dian hehe.
Maka saya suka kesel kalau ada yang mengejek bahwa Dian itu nama perempuan. Dian itu sesuai artinya genderless, bisa untuk nama laki-laki atau perempuan. Jangan karena ada artis Dian Sastro lalu seolah nama Dian itu hanya untuk nama perempuan. Padahal banyak juga artis laki-laki yang namanya Dian juga, misalnya Dian Permana Putra.
Oke kembali ke Urubing Dilah. Dapur ini menarik selain bentuk atau dapurnya itu sendiri, juga karena filosofinya yang dalam. Dilah atau Damar yang murup melambangkan penerangan atau pencerahan.
Bahkan dalam Islam, agama itu sendiri dilambangkan sebagai pembawa manusia dari gelap gulita menuju terang cahaya (minad dhulumat ilaan nur), membawa penceranhan dan menjadi penerang di jalan yang lurus (siratal mustakim).
Maka di Masyarakat Jawa kita sering dengar doa agar; padang dalane atau terang jalannya. Untuk terang ini dibutuhkan alat penerangan yaitu damar atau dilah yang murub.
Jadi pada keris dapur Damar Murub ini terukir sebuah doa dan harapan agar si pemilik selalu menjadi penerang. Penerang bagi diri sendiri, bagi sesama, dan bagi lingkungan di manapun dia berada. Penerang yang akan mengakhiri era kegelapan menuju era pencerahan.
Untuk menjadi penerang, orang harus memperbanyak pengetahuan. Dengan pengetahuan orang bisa terhindar dari masalah, bisa memecahkan masalah, bermanfaat, mudah meraih kesuksesan sehingga disegani dan dihormati. Seperti janji Gusti Allah SWT yang akan meninggikan derajat orang yang beriman dan berpengetahuan (QS 58:11).
Maka tak heran jika keris dengan dapur ini dikatakan memiliki tuah agar pemiliknya disegani, diihormati, membuat terang hidup, jauh dari kesulitan, masalah, dan lain sebagainya. Tuah bagi saya adalah sebuah doa dan harapan yang dibendakan atau disimbolkan dalam keris, yang bisa mensugesti atau memotivasi agar kita berikhtiar untuk mencapai harapan tersebut.
Satu lagi, jika kita renungkan, saat memberi penerangan, api pada lentera juga tidak pernah ajeg, dia selalu bergerak. Ini juga bisa dimaknai bahwa hidup itu dinamis, dan dalam hidup ini kita harus selalu bergerak, jangan hanya diam. Teruslah menuntut ilmu, teruslah berinovasi, teruslah menebar manfaat, jangan hanya diam, karena yang diam tak bergerak itu hanya mayat atau orang mati.
Itulah sekilas pemaparan tentang filosofi nyala lentera dari dapur Urubing Dilah atau Damar Murub atau dapur Dian kalau istilah saya. Semoga dengan memiliki keris berdapur ini bisa membuat saya, mungkin juga kita semua, senantiasa berusaha jadi pribadi yang selalu menjadi pencerah. Pribadi yang ibarat “dian nan tak kunjung padam” kalau meminjam kata-kata Sutan Takdir Alisjahbana, atau pribadi yang “terus terang dan terang terus,” kalau meminjam kata kata Prof Damardjati Supadjar.