Soal Tutup Akun dan Twit Santun

Anda tentu sudah biasa mendengar kata “tutup buku”, “tutup mulut”, atau “tutup usia”, namun untuk kata “tutup akun” pasti sedikit asing. Kata “tutup akun” ini kemarin sekali ramai di twitter. Membaca twit teman-teman yang membicarakan seseorang yang akan menutup akun, saya lantas penasaran, siapa yang mau menutup akun? Mengapa memilih menutup akun? Ada apa?

Lalu saya menelusuri asal mula rame-rame soal “tutup akun” ini. Tak lama kemudian saya menemukan rupanya yang dibahas ini adalah rencana penulis biografi terkenal Alberthiene Endah yang akan menutup akun twitternya @AlberthieneE. Dia memutuskan akan menutup akun karena merasa dunia twitter terlalu kasar dan tak cocok dengan dirinya.

Ini bermula saat penulis biografi Ani Yudhoyono ini memposting twit terkait aksi terorisme di Solo atau Bom Solo yang terjadi kemarin. Dalam twitnya Alberthine membandingkan zaman sekarang dengan zaman Soeharto atau Orde Baru terkait soal bom. Inilah twit itu:

“Pak Harto emang hebat. Kagak pernah ada bom.”

Twit ini lantas memicu protes keras dari banyak orang. Para pemrotes ini rata-rata adalah mereka yang tidak suka dengan Soeharto dan rezim Orde Baru. Apalagi Alberthiene juga sempat menulis biografi Keluarga Cendana. Macam-macam bunyinya, dari yang santun, sampai yang bernada pedas, dan “kasar” bagi Alberthine. Misalnya twit @PutriSentanu:

“Saran: Mungkin pernyataan simpati ke korban bom lebih berguna ketimbang memuji suatu rezim yg menyakiti hati banyak orang. @AlberthieneE

RT @IndahAriani: Krn ada petrus :I RT @hastarika: @PutriSentanu @AlberthieneE: pesannya: di zmn pak Harto gak perlu bom untuk membunuh?

Atau @Syukronamin:

“Lupa dg insiden bom Borobudur, Mbak? RT @AlberthieneE: Pak Harto emang hebat. Kagak pernah ada bom.”

Banjir serangan, Alberthiene sempat coba menerankan maksud twitnya namun hal itu tak membuat serangan berhenti. Tak tahan terus di serang dia pun patah arang dan memutuskan untuk menutup akunnya.

“Tuips berhubung aku sedih, aku akan tutup akunku ya. Thanks for all”

@chicohakim aku sedih dear :’( aku gak bisa denger yg kasar…Aku tadi ngetwit gak niat parah. Gpp deh aku dugem aja lagi…”

Dia juga sempat menjelaskan dalam twit-twitnya bahwa ini tepat setahun dirinya ngetwit dan terbukti keyakinannya bahwa dunia twitter menajamkan emosi. Dia juga menyediakan alternative komunikasi bagi para penggemarnya saat akunnya ditutup yaitu emailnya: alberthienebaru@yahoo.com dan dia juga segera membuat web www.obrolanalberthiene.com.

Hari ini, Alberthiene resmi tutup akun. Ketika saya cek di web twitter akunnya tidak lagi eksis. Ternyata dia benar-benar menutup akun. Lalu hari ini ramai lagi soal tutup akun ini dan soal bully. Karena tutup akun ini diduga karena bully di twitter pada Alberthiene.

Pesohor yang menutup akun twitter karena panen kritik bukan hal yang baru. Sebelumnya Motivator Mario Teguh juga melakukan hal yang sama pada akun twitternya @MarioteguhMTGW. Akun itu ditutup karena banjir kritik atas twitnya soal perempuan. Ini dia twit Mario yang di posting Sabtu, 20 Februari 2010, dan langsung menuai kritik tajam:

“Wanita yang pas untuk teman, pesta, clubbing, begadang sampai pagi, chitchat yang snob, begadang n kadang mabuk – tidak mungkin direncanakan jadi istri”

Mungkin Alberthiene dan Mario tidak pernah menyangka twitnya itu menuai sedemikian banyak kritikan. Keduanya sempat mencoba menjelaskan maksud twitnya, namun hal itu tidak membantu meredam banjir kritik, cercaan, bahkan hujatan. Lalu tutup akun dinilai sebagai langkah yang tepat.

Mereka memutuskan menutup akun mungkin karena kaget bahwa dunia twitter bisa begitu keras bagi mereka. Mereka kecewa karena ternyata tidak semua orang di twiter itu twitnya santun. Berbeda dengan media sosial lain, di twitter, orang yang tidak kita kenal atau tidak berhubungan dengan kita bisa tiba-tiba nimbrung dan ikut berkomentar bahkan mencaci maki. Tidak perlu approval seperti di facebook, atau moderasi seperti di komen blog.

Bagi saya, sebenarnya menutup akun ini bukanlah tindakan yang tepat. Meski tidak haram, dan itu sepenuhnya hak si pemilik akun, namun menutup akun saat banjir kritik terlihat seperti lari dari masalah. Meskipun Alberthiene menyediakan email serta web dan Mario menyediakan facebook sebagai ganti komunikasi. Tapi tetap aja judulnya lari dari masalah di twitter.

Orang di twitter sama dengan orang kebanyakan di luar sana. Tentunya tidak semua twitnya santun. Berharap semua orang di twitter mengeluarkan twit santun tentu adalah hal yang mustahil. Lain ladang, lain belalang, lain orang lain pula twitnya.

Untuk kasus Mario, harusnya dia tak usah menutup akun dan tetap menjelaskan twitnya. Jika dia merasa benar dengan pendapatnya, maka sebagai motivator ulung dia harus mempertahankan itu. Sebaliknya jika dia merasa pendapatnya itu salah, maka meminta maaf dan berjiwa besar.

Jika dia kecewa dengan twit yang tidak santun. Harusnya dia menasehati penyerangnya bahwa twit yang baik adalah twit yang santun. Bahwa twit yang santunlah yang akan melahirkan pribadi super.hehe.. Bukan malah menutup akun. Ini semata untuk menghargai para penggemarnya yang ingin membaca twit-twit motivasi dari dia.

Sedangkan untuk kasus Alberthiene, jika tak kuat akan serangan mention seseorang, cukup block saja dia. Atau abaikan saja twit mereka. Saya sendiri terus terang kadang emosi saat ada orang yang memention dengan tidak santun dan maki-maki. Tapi saya pilih mengabaikan saja. Biasanya orang yang suka memaki dan memancing twitwar ini akan stres sendiri kalau twitnya tidak diladeni.

Selain itu, masih ada mekanisme “lock” atau preteksi akun untuk mencegah serangan. Dengan itu dia masih bisa berkicau bersama para penggemarnya atau orang-orang yang bertwit santun, tanpa takut diganggu nyinyir para pengkritiknya.

Tapi sekali lagi semua itu pilihan. Mario dan kemudian Alberthiene memilih menutup akunnya. Itu hak mereka. Itu pilihan mereka. Mario yang pindah ke facebook lumayan berhasil, Page nya memiliki sejuta lebih penyuka. Mungkin facebook lebih cocok untuk Mario karena bisa mengakomodasi kata motivasinya yang mungkin terlalu panjang untuk halaman twitter.

Lalu bagaimana nasib Alberthiene? Akankah webnya akan seramai facebook Mario pasca dia tutup akun? Akankah pengikutnya di twitter mau berpindah seperti pengikut Mario, atau mencari figure penulis lain yang mau berbagi di twitter? Waktu yang akan menjawabnya.

Upadate

Entah apa alasannya, tiba-tiba Alberthiene kembali ngetwit. Banyak orang menanyakan kok gak jadi tutup akun? saya juga bertanya demikian namun tidak dijawab. Saat kembali ngetwit akunnya diproteksi alias digembok. Saat banyak yang bertanya soal ini, dia mengatakan tidak mengerti cara membuka gemboknya. Dia bilang ngetwit dalam pengawasan suami..hehe..

Berbeda dengan Alberthiene, Mario Teguh tetap konsisten tidak kembali ngetwit. Kalaupun ada akun twit yang berkicau seputar motivasi ala Mario Teguh, itu tidak resmi. Mario tetap konsisten hanya main di facebook dan dia berhasil. Page facebooknya mendapat “like” hampir lima juta (4,906,875). Sementara Page facebook Alberthiene cuma di “like” 2,358 orang saja.

Apakah itu yang membuat Alberthiene merindukan twitter? apakah karena gaungnya di luar twitter seperti facebook kurang besar, sehingga dia memutuskan untuk kembali ngetwit? saya tidak tahu. Tapi yang jelas, rupanya twitter memang ngangeni atau membuat rindu. Buktinya si penulis biografi ini rela di cap sebagai gak konsisten dan ababil demi ngetwit lagi.

Selamat ngetwit lagi mbak.. semoga semakin kebal dengan kritikan 🙂

 

 

 

4 comments
    • bener.. yang kaget di twitter adalah mereka yang menganggap twitter ruang privat padahal twitter itu ruang publik.. twit dibaca banyak orang tidak seperti diari yg dibaca sendiri.. ya resikonya bisa menyinggung orang dan diserang orang.. 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published.