Seorang kawan, sesama penghobi motor, pagi ini share spanduk bertuliskan “Jakarta Bebas Macet, Tanpa Motor Sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin” yang seolah merupakan spanduk program pasangan no 1 Pilkada DKI Agus-Sylvi. Spanduknya meyakinkan, namun saya tidak percaya di pilkada jakarta ini ada paslon yang nekad bikin program seperti itu.
Lalu saya tanya kawan saya itu dari mana fotonya? Kawan saya mengaku dapat foto spanduk itu dari tukang ojek yang memotretnya di daerah Tebet.
Saya pun akhirnya membantu verifikasi dan mencek kebenaran spanduk tersebut ke timses Agus-Sylvi. Karena saya tidak kenal mereka (saya bukan pula pendukung) dan cuma tahu beberapa nama pendukungnya di twitter, maka saya tabayun via twitter dengan memention beberapa nama.
Hasilnya sesuai dugaan. Timses paslon 1 menyatakan itu spanduk palsu dan bukan mereka yang buat. Mereka juga menanyakan lokasi spanduk, lalu akan mencari dan menurunkannya.
Saya sulit percaya pada spanduk itu karena beberapa alasan. Pertama, kebijakan anti motor itu kebijakan diskriminatif dan menimbulkan banyak perlawanan. Saya yang di pilkada sebelumnya memberikan suara untuk Jokowi-Ahok saja kemudian berseberangan dengan Ahok karena kebijakan itu.
(Silahkan baca tulisan lama saya soal itu yang saya tulis jauh sebelum pilkada: http://duniadian.com/diskriminasi-bukan-solusi/ )
bahkan belakangan kebijakan diskriminatif petahana itu tiba-tiba redup jelang pilkada dan tidak pernah disebut-sebut lagi saat pilkada. Mungkin mereka takut kehilangan suara dari pemotor yang jumlahnya lumayan banyak di Jakarta. Mungkin nanti kalau sudah kepilih, baru akan dihidupkan lagi rencana kebijakan itu dan akan diperluas di berbagai jalan lain sesuai rencana awal.
Nah, jika petahana aja “menunda” kebijakan ini karena pilkada. Masak ada penantang yang bikin program diskriminatif ini. Jelas tak masuk akal. Makanya saya yakin spanduk itu hoax dan dibuat pihak yang ingin memfitnah paslon 1.
Apalagi sebelumnya ada juga kasus spanduk palsu pilkada. Misalnya spanduk “FPI resmi dukung paslon 1” dan “Spanduk wayang” (seolah ada ormas Islam yang menolak wayang dan anti pertunjukan wayang yang digelar paslon 2) yang polanya hampir sama. Dalam dunia politik, spanduk fitnah “lempar batu sembunyi tangan” begini hal yang jamak dilakukan. Bahkan ini bagian dari operasi spin.
Pasang, foto, ramaikan di socmed, lalu pihak lain yang kena getahnya. Yang tahu ilmu spin doctor pasti paham. Tapi orang awam akan mudah terjebak pola seperti ini dan mudah percaya.
Saya bantu klarifikasi soal ini bukan karena saya pendukung, simpatisan, apalagi timses paslon 1. Bukan, kenal aja enggak, kecipratan proyek juga enggak.
Saya cuma konsen dengan kebijakan itu. Jika seumpama klarifikasinya paslon 1 dukung pembatasan motor, ya saya lawan. Paslon manapun saya lawan. (Alasan saya baca tulisan saya di link di tengah)
Kalo habis ini saya dicap pendukung AHY, wes biyasa. Dulu ngritik ormas Islam yang demo nginjek taman juga saya dicap pendukung Ahok. Klarifikasi fitnah Anies juga dicap pendukung Anies-Sandi. Ora popo. Udah kebal.
Yang penting orang jadi tahu ada pola-pola spanduk palsu yang mulai dimainkan. Biasanya sih yang memainkan pola begini adalah orang yang mulai putus asa. Mulai merasa kalau pake cara “biasa” akan kalah.
“Hanya orang panik yang pake cara licik” – Bajuri, supri Bajaj, warga Jakarta (bukan Depok, Tangerang, apalagi Bekasi )