Menjadi seorang wartawan adalah sebuah profesi di mana hari-hari sangat terasa, dan waktu sangat berharga. Setiap hari menjelang berganti seorang wartawan akan bertanya ‘besok ada acara apa ya?’. Sebab tidak ada alasan untuk tidak dapat berita.
Seperti hari ini, sepi. Di mana-mana tidak ada acara. SMS sana, nelpon sini, keliling-keliling ke pos-pos liputan, juga sepi. Hal seperti ini memang akan senantiasa terjadi, tapi tetap saja akan membuat kami cemas. Apalagi saat matahari sudah mulai meninggi pada puncak peredarannya dan siap tergelincir. Sementara tak satupun warta tertuang di buku catatan dan tape recorder andalan kami.
Dengan lesu, yang bisa dilakukan saat itu hanyalah membelokkan motor butut ke sebuah Depertemen yang memiliki dana besar. Press Roomnya cukup nyaman. Membanting pantat dan menyandarkan diri di kursi seiring hembusan AC cukup menyejukkan kegalauan.
Otak terus diputar, terus menggali isu apa yang harus diramu dengan sedikit basa-basi dengan narasumber agar berita bisa didapat hari ini. Sikap pasif saja tidak mempan di saat-saat seperti ini. Hari yang menyebalkan, hari saat berita begitu sepi.
Klik-klik, bunyi mouse komputer yang mengantar ke warna-warni dunia maya. Sepi juga beita dari situs-situs berita online itu, yang biasanya menyajikan berita super cepat namun dangkal. itulah yang membuat media cetak seperti koran tempat saya mengais rezeki tetap dicari orang. Dari berita di sana akan terlihat apakah betul hari ini sepi acara atau kita yang tidak tahu. Ternyata acara memang lagi sepi.
Di seberang, suara pegawai depertemen ini begitu riuh. Bercanda ketawa-ketiwi. Lain dengan kami, tidak ada bahan kerja bebaslah mereka. Bisa baca, ngobrol, menggosip, makan, atau melakukan aktifitas lainnya asal masih di kantor.
Tapi ada juga sih, watrawan yang tidak terlalu galau pada hari saat berita begitu sepi. Dia tak perlu pusing mencari-cari berita seperti saya yang wajib menyetor lebih dari satu berita setiap harinya. Tiga berita biasanya. Sering lebih. Dia hanya duduk menunggu berita muncul di internet untuk copy-paste. Atau menunggu kloningan atau kiriman E Mail dari konco-konconya.
Mungkin mereka mau kerja santai kali ya. Maklum hampir 24 jam seorang wartwan harus bergulat dengan aktifitas menyajikan berita pada para pembaca setianya. Prosesnya memang begitu melelahkan. walaupun hasilnya kadang hanya dibaca beberapa jam dan berakhir sebagai bungkus kacang, atau alas sholat Jumat di Masjid Cut Mutia. Sukur-sukur dikilo di tukang kertas untuk diolah jadi kertas koran lagi.
Huh, hari saat berita begitu sepi memang menyebalkan. Jangan lama-lama di sini, harus segera berlari. Lari, lari, kembali memburu berita. Sebelum SMS itu masuk, pesan yang bunyinya selalu sama tiap harinya “apa listingnya”.
Aku harus pergi, muter lagi cari-cari berita. Tiba-tiba HP ku bergetar dan mengeluarkan bunyi khasnya. Ada SMS masuk rupanya. O ada pesan dari teman wartawan “Koran Besar”. Begini bunyinya “Woi Boz ada liputan apa siang ini”. (suatu siang di Depdiknas/senin,4-6-07)