Semua berawal pada suatu sore di teras rumah. Kala itu saya yang sedang bengong dikejutkan oleh sebuah permintaan dari istri saya.
”Mas, saya mau punya anak lagi”
Saya terkejut dan agak tidak setuju waktu itu. Sebab anak pertama kami, Sofia, masih kecil. Juga terpikir apa iya Sofia udah pantas punya adik? apa kita masih sayang sama Sofia kalau dia udah punya adik? dan lain sebagainya.
Belakangan saya ketahui, ini sebenarnya adalah sindrom yang banyak diderita pasangan muda saat ini, yang saat udah punya anak satu, lalu malas, atau tidak terpikir untuk punya anak lagi. Makanya sekarang makin banyak pasangan yang anaknya cuma satu saja.
Untuk menepis keraguan saya, istri saya Novi mengatakan kapan lagi mau punya anak kalau bukan sekarang? Sebab usia dia sudah mulai masuk kepala tiga. Mau ditunda sampai kapan? Apalagi kami juga memang berencana ingin punya anak lebih dari satu.
Oke saya setuju dan singkat cerita Novi melepas KBnya dan hamil. Hamil yang kedua ini rewel dan manjanya minta ampun. Lahiran pun mintanya yang kamar sendiri. Makanya banyak ini itu, pokoknya rewel deh.
Kata orang yang begini anaknya bakal cowok. Saat periksa dan USG dokter juga bilang anaknya cowok. Saya agak gak percaya. Tapi ternyata memang benar.
Sembilan bulan sekian hari kemudian, tepatnya hari Rabu, 3 September 2014, pukul 10.40 WIB di Rumah Sakit Jakarta Medical Center (JMC), lahirlah anak kedua kami yang berjenis kelamin laki-laki. Belakangan saya baru tahu tanggal lahir anak saya ini sama dengan penyanyi idola saya Iwan Fals.
Jangan tanya perasaan saya. Jelas bahagia sekali. Punya anak lagi saja sudah senang sekali, apalagi ini laki-laki. Jadi sekarang anak saya lengkap, yang pertama perempuan, yang kedua laki-laki.
Kami bersyukur sekali. Sebab banyak teman yang pengen memiliki buah hati namun belum rejeki, banyak juga yang ingin punya anak sepasang tapi belum rejeki. Bahkan banyak yang terus mencoba sampai punya anak empat atau lima tetap dengan jenis kelamin yang sama. Tapi sebenarnya cowok dan cewek sama saja. Namun memang ada kebahagiaan tersendiri punya anak perempuan dan laki-laki.
Anak lelaki juga simbol dari penerus keturunan. Bahkan seorang Raja pun jika tidak punya anak laki-laki, maka kekuasaan dari garis darahnya pun akan berakhir.
Saking senengnya punya anak lanang, saya ampai salah adzan. Saya adzan di kuping kirinya, karena saya kira itu kanan (karena itu di sebelah kanan saya) haha. Lalu diulangi lagi.
Kegembiraan juga dirasakan keluarga saya di kampung. Bapak dan Ibu saya langsung meluncur ke Jakarta menggunakan kereta. Namun rupanya mereka juga membawa kabar duka.
Sesampainya di Stasiun Gambir, Bapak saya minta dibelikan tiket pulang. Jadi hari itu juga setelah mereka melihat anak saya, mereka tidak jadi menginap dan akan langsung pulang lagi. Sebab saat di atas kereta mereka mendapat kabar bahwa kakek saya meninggal dunia.
Ya campur aduk. Di satu sisi gembira dengan kelahiran anak saya. Di sisi lain sedih dengan meninggalnya kekek saya.
Kesedihan ternyata tak hanya sampai di situ saja. Beberapa hari setelah anak saya lahir, tiba-tiba dokter meminta anak saya dirawat dan masuk NICU. Saya lupa sakitnya apa yang jelas kondisinya gawat dan saya tidak tega melihat kondisi bayi kurus itu saat itu.
Bahkan dokter sempet menyatakan JMC angkat tangan dan akan merujuk ke RSCM yang bisa menangani, karena sepertinya livernya kena. Lemaslah saya. Sepertinya peluangnya tipis, plus keuangan saya yang sudah menipis uantuk biaya rumah sakit.
Di ujung situasi itu, saya kemudian ingat bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah titipan dari Allah SWT semata. Lalu saya pun mengikhlaskan jikalau Allah ingin mengambil kembali titipannya berupa anak lelaki yang baru sekian hari ini. Apalagi kakak saya pun pernah kehilangan anak pertamanya yang meninggal beberapa hari setelah dilahirkan karena prematur dan mengalami kegagalan pernafasan. Mungkin saya akan mengalami nasib seperti kakak saya, pikir saya saat itu.
Menjelang putus asa, saya tiba-tiba ingat sebuah cerita. Dulu teman kuliah saya pernah menceritakan kisah nyata orang soleh yang anaknya tertabrak truk. Saat itu dinyatakan si anak tidak akan selamat. Lalu ayahnya tidak menyerah dan menyedekahkan sebagian besar hartanya. Ini sesuai ajaran Islam bahwa sedekah itu juga bisa menolak balak atau musibah. Ternyata benar, anak si orang soleh itu selamat dari maut dan sehat seperti sedia kala.
Lalu saya pun mencoba ikut mengamalkannya. Saya cari anak yang sakit dan butuh bantuan. Di media sosial biasanya banyak penggalangan bantuan. Akhirnya ketemu anak kecil yang sakit liver, sedang dirawat di RSCM, dan terkendala biaya untuk operasi. Saya pun kemudian mensedekahkan sisa uang saya ke anak itu. Sembari berpasrah diri dan belajar ikhlas menerima kemungkinan terburuk.
Ajaibnya, tiba-tiba keesokan harinya, dokter yang memeriksa menyatakan kondisi anak saya membaik dan tidak perlu ke RSCM. Beberapa hari kemudian bahkan sembuh dan diperbolehkan pulang. Jangankan saya dokter dan perawat saja agak heran waktu itu.
Lalu anak ini pun tumbuh sehat dan seolah tidak pernah mengalami masa kritis. Kami bersyukur sekali. Mungkin ini cara Allah mengajarkan ilmu ikhlas dan rahasia keajaiban sedekah.
Anak lanang saya ini saya namakan Adika. Kata dari bahasa Sansekerta atau Jawa Kuno yang artinya “yang terbaik”. Nama belakangnya saya samakan dengan nama belakang kakaknya: Widya Ananda, yang artinya anak yang berpengetahuan yang baik. Widya juga bagian dari nama saya, jadi bisa diartikan anaknya widya atau anak saya. Ananda juga merupakan singkatan dari ANAk Novi Dan diAn.
Selain itu, Adika juga sering dipanggil Adi. Adi dalam bahasa Jawa artinya adik. Karena dia yang kedua dan adiknya Sofia, maka cocoklah panggilan itu.
Nama adalah doa. Tentu nama Adika Widya Ananda adalah doa kami agar anak ini kelak menjadi anak yang terbaik dan memiliki pengetahuan yang baik. Kami berharap dalan kehidupanya nanti dia selalu mendapatkan yang terbaik dan melakukan sesuatu yang terbaik agar bermanfaat bagi sesamanya.
Karena manusia yang terbaik adalah mereka yang bermanfaat bagi sesamanya.
Jakarta, 3 September 2017
Catatan di hari ulang tahun ketiga Adika. Semoga kelak Adika membacanya dan bisa mengetahui bagaimana cerita hadirnya dia kedunia ini.