Ada FUD di Balik Info Hoax

10408516_10206477591887970_6864141346714624319_n

info hoax: foto sama, info tempat beda

Beberapa hari ini sering saya temui teman yang menyebar info soal perampokan di sebuah anjungan tunai mandiri (ATM). Informasi ini berupa gambar screenshot dari akun Path seseorang yang bernama Tato Juliandin, lengkap dengan foto korban dan tempat kejadian perkara (TKP) yang banyak darah. Akun tersebut menyebut peristiwa itu terjadi di daerah Bintaro.

Akun itu menceritakan bahwa modus tersangka adalah pura-pura antri lalu membacok kepala korban dan membawa kabur uang yang baru diambil korban. Seperti lazimnya info sejenis, di akhir cerita, akun itu juga tak lupa menyampaikan pesan agar semua pihak berhati-hati, dan mendoakan agar selalu dalam lindungan Allah SWT.

Sekilas memang info ini meyakinkan. Apalagi ada foto TKP dan korban yang sesuai dengan deskripsi ceritanya. Tak heran jika kemudian banyak orang yang ikut menyebarkan info ini, termasuk beberapa teman saya. Apalagi, saat ini memang sedang musim begal atau pencurian dengan kekerasan, dan cerita tersebut juga memakai kata “begal”, begal ATM.

Meski tampak meyakinkan, saya sendiri tidak tertarik untuk buru-buru ikut menyebarkan. Saya terbiasa mencari tahu lebih lanjut sebuah info yang beredar di media sosial, sebelum ikut menyebarkan. Sebab, banyak info hoax alias info palsu yang beredar secara cepat di media sosial dan sarana komunikasi lainnya.

Benar saja, tak lama dari info itu saya baca, ada teman yang share info serupa. Fotonya sama, sama-sama dua; foto korban dan TKP. Bedanya, info yang belakangan mengatakan TKPnya di Bandung, bukan di Bintaro seperti info sebelumnya. Tanpa harus susah payah memverifikasi info itu, langsung terlihat bahwa info itu hoax. Belakangan muncul bukti bahwa kejadian sebenernya ada di negara tetangga kita; Malaysia (beritanya di sini).

Hal seperti ini bukan hal yang baru. Sudah sangat sering berseliweran informasi hoax tentang banyak hal. Kabar hoax memang cepat menyebar karena banyak dari kita yang memang senang ikut terlibat menyebar informasi yang didapat. Tanpa mengecek terlabih dahulu apakah info itu benar atau tidak, kita sudah keburu gatel menyebar.

Mereka yang ikut menyebar informasi ini mungkin berfikir bahwa ketika dia menyebar info, dia telah berbagi sesuatu yang bermanfaat dengan orang lain. Suka berbagi, memang merupakan salah satu bagian budaya kita, dan ini juga tercermin dalam perilaku online kita. Salah satu survei World Economic Forum (WEF) tahun ini, membuktikan hal tersebut.

Namun tanpa disadari, mereka yang ikut menyebar info hoax ini alih-alih melakukan hal yang berguna bagi orang lain, justru mereka ikut menyebar sesuatu yang berpotensi merugikan orang lain. Info hoax biasanya tidak disebar hanya untuk iseng semata, tapi ada FUD di baliknya.

Apa itu FUD? FUD adalah singkatan dari: Fear, Uncertainty, and Doubt. FUD ini adalah strategi untuk mempengaruhi persepsi dengan menyebarkan informasi yang negatif, meragukan atau palsu. Ini adalah taktik yang biasa digunakan dalam sales, marketing, public relation (PR), politik, dan propaganda. Sudah sejak tahun 70an istilah ini dikenal dan dijadikan strategi marketing. Saat itu perusahaan komputer seperti IBM, menyebarkan informasi hox tentang kelemahan-kelemahan produk pesaing agar orang takut dan akhirnya tetap memakai IBM.

Apple pun pernah melakukan hal yang sama. Saat jailbreak atas produknya marak dilakukan, perusahaan yang didirikan Steve Jobs ini menyebar info ini yang mengatakan jailbreak tidak aman. Bahkan bisa merusak ponsel atau membuat tower meledak. Namun info ini terbukti hoax, dan dilakukan agar orang tidak men-jailbreak produk Apple mereka.

FUD ini sering dipraktekkan di mana-mana, dari politik sampai soal produk seperti obat dan makanan. Beberapa kali saya jumpai info hoax yang merinci daftar obat atau makanan yang berbahaya, lengkap dengan mereknya, yang katanya bersumber dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun setelah dicek ternyata BPOM tidak pernah mengelurkan informasi tersebut.

Dalam kasus tersebut jelas info hoax tersebut dimaksudkan untuk merugikan merek atau produk tertentu. Merugikan, karena banyak orang kemudian mempercayai dan tidak membeli produk yang diinfokan. Pelakunya patut diduga dari saingan atau kompetitor produk tersebut.

Lalu apa yang harus dilakukan untuk melawan hal tersebut?

Pertama dan yang utama; jangan gatel menyebar info yang baru didapat tanpa melakukan cek dan ricek atau verifikasi. Ada semboyan bagus dalam dunia online yang perlu kita amalkan bersama yaitu: think before posting. Pikirkan dahulu segala sesuatu sebelum memposting atau sebelum ikutan menyebar sebuah postingan atau informasi.

Kemudian, seperti halnya wartawan, kita juga harus membiasakan diri memiliki disiplin verifikasi. Rajinlah dan jangan malas memverifikasi informasi yang kita dapat, sebelum menyebarkannya. Verifikasi ini tidaklah serumit yang kita bayangkan. Banyak cara sederhana untuk memverifikasi informasi, seperti informasi soal begal tadi.

Caranya, cek informasi tadi ke media mainstream, sekarang ini banyak media online. Ada fasilitas search di setiap media itu, tinggal cari saja ada tida kejadian tersebut. Sebab kejadian kriminal seperti itu biasanya akan cepat masuk ke media online, apalagi jika kejadiannya di sekitar ibu kota. Atau bisa juga search melalui mesin pencari seperti Google. Palsunya informasi soal begal ATM tadi salah satunya ditemukan orang dari hasil pencarian Google, sehingga diketahui kejadian aslinya di Malaysia.

Lalu bagaimana jika kita kesulitan atau sedang tidak sempat memverifikasi info tersebut? Atau mencoba memverifikasi tapi belum menemukan data pembanding yang meyakinkan? Saran saya, lebih baik anda diamkan informasi tersebut. Jangan ikutan menyebarnya. Baru setelah anda yakin informasi tersebut benar, anda boleh ikut menyebarkannya.

Atau sebaliknya, jika anda tahu informasi tersebut tidak benar, anda ikut meralat atau menginformasikan bahwa info yang tersebar itu tidak benar dan berikanlah bukti bahwa itu hoax. Atau kalau anda terlanjut ikut menyebar info hoax, anda juga bisa memperbaiki kesalahan dengan memberikan ralat dan informasi bahwa yang anda ikut sebar itu tidak benar.

Memang, memilah milah mana informasi yang benar dan tidak di zaman ini bukan pekerjaan yang mudah.  Di era banjir informasi seperti sekarang ini yang benar dan yang salah memang terkadang menjadi kabur atau blur. Namun dengan disiplin verifikasi dan kemauan kita untuk sedikit menahan diri agar tidak gatel menyebar semua info, kita bisa turut serta mengurangi beredarnya info hoax.

Mari membiasakan tidak mudah percaya informasi yang beredar. Apalagi mudah menyebar info yang masuk ke ponsel pintar anda tanpa verifikasi terlebih dahulu. Jangan mau dijadikan agen FUD. Pintarlah memilah informasi, agar anda tidak masuk golongan: orang bodoh dengan ponsel pintar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *