Al Hikam Depok dan Nasrani Solehah

IMG_9935(Mengenang KH Hasyim Muzadi)

Suatu sore, KH Hasyim Muzadi mengundang kami untuk datang ke Depok. Kala itu saya, Mas Millah, Mas Sigit, dan beberapa wartawan yang dekat dan biasa jadi teman diskusi beliau meluncur dari PBNU Kramat ke Depok.

Sesampainya di lokasi, yang berada di samping Kampus Universitas Indonesia (UI) itu, terlihat tanah luas. Kira-kira dua kali lapangan bola, di tengah padatnya hunian sekitar. Di ujung selatan berdiri sebuah masjid yang baru setengah jadi. Sementara di ujung barat, berdiri sebuah rumah sederhana namun asri. Itulah rumah abah.

Setelah ngobrol sebentar di rumah, abah lalu mengajak kami jalan-jalan ke masjid setengah jadi tadi. Abah lalu memandu dan menjelaskan kepada kami ruang-ruang di masjid dan nanti akan jadi apa di bagian yang belum jadi. Saya ingat saat itu beliau menunjukkan perpustakaan dan tempat diskusi, yang bisa kita gunakan berdiskusi rutin dengan Abah kalau ke sana.

Abah lalu membahas tanah yang luas itu. Beliau mengatakan bahwa di tanah itu, nantinya akan dibangun Pondok Pesantren Al Hikam II Depok. Cabang ponpes Al Hikam di Malang. Menurut Abah lokasinya pas sekali karena dekat kampus UI.

Dalam soal pesantren, Abah memang punya diferensiasi. Pesantrennya adalah pesantren mahasiswa. Beliau ingin memadukan intelektualitas yang didapatkan mahasiswa di kampus, dengan ilmu agama yang diajarkan di pesantren. Bagi Abah ilmu agama dan ilmu umum yang diajarkan di kampus harus saling melengkapi, jangan hanya menguasai salah satunya saja.

Dalam salah satu ceramahnya beliau mengatakan bahwa hal tersebut merupakan perintah dalam Al Quran yaitu ayat pertama yang diturunkan (Al Alaq ayat 1): “iqra’ bismirobbika ladzi khalak, bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan”. Iqra’, bacalah, merupakan simbol perintah menuntut ilmu umum di berbagai bidang, riset, mengembangkan teknologi, dan lain sebagainya. Sedangkan “bismirobbika ladzi khalak” menunjukkan bahwa nilai agama atau ruhaniah juga harus melandasi. Keduanya harus seiring sejalan.

Abah mencontohkan di Barat orang sibuk meneliti, mengembangkan sains, itu adalah bentuk “iqro'”, namun karena tidak “bismirobbika” maka sains membuat mereka maju namun kian jauh dari Tuhan. Sementara orang Islam masa kini, hanya “bismirobbika” saja tidak “iqro’-iqro'” maka makin ketinggalan dan terbelakang. Maka yang benar adalah melakukan keduanya sesuai perintah Al Quran.

Pesantren mahasiswa adalah ikhtiar abah untuk hal tersebut. Setelah Malang, lokasi Depok dipilih karena beliau ingin mendekati UI.

Saat itu kami bertanya pada Abah, dari siapa beliau membeli tanah yang cukup luas tersebut. Abah mengungkapkan bahwa tanah itu dibeli dari seorang ibu yang baik hati.

“Saya diberi harga yang relatif murah dan bisa diangsur”

Menurut Abah, ibu itu memberikan harga murah plus bisa diangsur justru setelah tahu bahwa di situ akan dibangun pesantren. Padahal ibu tersebut non muslim, beragama nasrani.

“Jadi ibu ini adalah nasrani yang solehah” canda Abah waktu itu.

Abah juga mengatakan pada kami bahwa dalam membangun masjid dan pesantren Al Hikam Depok ini akan memakan waktu lama. Sebab Abah banyak menolak sumbangan dari beberapa pihak, terutama politisi dan pengusaha yang tidak jelas usahanya.

Menurut Abah, uang untuk membangun masjid dan pesantren harus uang yang jelas dan bersih. Biar berkah. Karena hal yang baik juga harus dilakukan dengan cara yang baik.

Kini, di lokasi tersebut masjid sudah berdiri dengan indah. Gedung-gedung pesantren juga sudah berdiri. Di sana mulai dicetak mahasiswa-mahasiswa penghafal Quran. Seperti yang sering beliau sampaikan: “yang hafal 30 juz bukan cuma juz 30”.

Di sana pula, di Al Hikam II, Abah beristirahat untuk yang terakhir kalinya. Dari tanah yang luas itu, Abah hanya meminta 2 X 1 meter di samping pesantren untuk tempat beliau dikebumikan agar dekat dengan para santri yang membaca dan menghafal Quran.

“Saya lahir di dunia ini tidak membawa apa-apa, begitupula ketika saya meninggal, saya tidak akan membawa apapun, pesantren sudah saya wakafkan, harta sudah saya berikan kepada anak-anak saya. Saya hanya punya tanah 2X1 M di samping asrama putra untuk dikebumikan nanti”

Begitulah wasiat Abah yang sempat disampaikan pada santri-santrinya, seranya menitipkan agar pesantren Al-Hikam dijaga dan dirawat dengan baik. Karena Pesantren adalah Ruh Agama, Bangsa dan Negara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *