Dua Piala, Berjuta Cerita

Foto: wikipedia

Setiap tim nasional dan pemain sepak bola di dunia ini pasti punya mimpi yang sama. Mimpi merebut dan mengangkat tinggi sebuah piala emas. Maklum, piala emas yang bernama “FIFA World Cup” ini adalah lambang pencapaian tertinggi dalam sepak bola dunia, dan hanya tim sepak bola terkuat sejagat yang berhak mengangkatnya.

Hanya pemain tim juara dunia saja yang boleh memegang piala itu. Tak sembarang orang bisa memegang piala bergengsi itu. Bahkan dalam lawatannya ke berbagai negara, piala emas ini hanya boleh dipegang oleh kepala negara saja.

Piala bergilir yang didesain menarik itu kini menjadi simbol supremasi tertinggi sepak bola dunia. Dia juga telah hadir dan menjadi saksi sejarah Piala Dunia yang pajang dan penuh berjuta cerita.

Piala yang dipakai di Piala Dunia pertama bukan piala emas yang kita lihat sekarang. Sejak Piala Dunia I di Uruguay, FIFA menetapka piala bernama “Jules Rimet Trophy” sebagai piala bergilir yang diperebutkan kontestan. Maka sejak 1930 sampai 1970 para juara dunia mengangkat tinggi Jules Rimet Trophy.

Piala pertama ini berbentuk Dewi Nike, dewi kemenangan Yunani, sedang memanggul cawan.  Piala ini terbuat dari terbuat dari perak dan emas, serta batu mulia dilapisi lazuli, dengan tinggi 35 cm dan berat 3,8 kg. Kepala piala dirancang oleh pematung Perancis Abel Lafleur.  Jules Rimet Trophy, awalnya bernama Victory, tetapi kemudian diubah namanya untuk menghormati mantan presiden FIFA Jules Rimet.

Selama Perang Dunia II, piala itu sempat disembunyikan di sebuah kotak sepatu di bawah tempat tidur untuk mencegah Nazi mengambilnya.  Pada 20 Maret 1966, empat bulan sebelum Piala Dunia FIFA 1966 di Inggris, piala itu dicuri selama pameran publik di Westminster Central Hall. Namun Piala itu ditemukan hanya tujuh hari kemudian, dalam bungkusan kertas koran di bagian bawah pagar taman di pinggiran kota di Upper Norwood, London Selatan. Uniknya, penemunya adalah seekor anjing bernama Pickles.

Foto: Jules Rimet Trophy (wikipedia)

Akibat kejadian itu, sebagai langkah pengamanan dibuatlah piala replika. Namun akhirnya Piala Jules Rimet yang asli hilang dicuri pada tahun 1983 dan tidak pernah ditemukan. Piala yang saat itu ada di tangan Brazil, dicuri tepatnya pada 19 Desember 1983, di markas Konfederasi Sepak Bola Brasil di Rio de Janeiro.

Sebenarnya piala itu disimpan di lemari dengan depan kaca tahan peluru. Namun bagian belakang terbuat dari kayu dan berhasil dibongkar pencuri dengan linggis.

Kemudian sejak tahun 1974, dibuatlah piala baru yang terbuat dari emas 18 karat dengan dasar perunggu. Piala baru itu menggambarkan dua sosok manusia mengangkat Bumi. Piala emas karya seniman Italia Silvio Gazzaniga inilah yang dipakai sampai saat ini.

Pemain yang pertama kali memegang piala ini  adalah kapten Jerman Barat Franz Beckenbauer di Piala Dunia FIFA 1974. Setiap negara yang memenangkan akan mendapat piala replika dengan lapis emas. Nama negara dan tahun kemenangan juga akan diukir di bawah piala yang asli. Diperkirakan ukiran itu akan penuh sampai Piala Dunia tahun 2038. Tetapi tidak diketahui pasti, apakah FIFA akan mempensiunkannya piala itu setelah ukiran penuh.

Piala emas ini seolah tak lepas dari cerita soal Italia. Tak lama sebelum Piala Dunia FIFA 2006 di Jerman, piala itu mampir sebentar kembali ke Italia untuk perbaikan. Uniknya setelah final usai, piala itu kembali ke Italia karena negara itu yang menjadi juara dunia.

Saat di tangan Italia ada laporan bahwa piala itu rusak. Kapten Italia Fabio Cannavaro, difoto memegang sepotong perunggu hijau yang copot, namun kemudian dilekatkan kembali ke tempatnya.

Menjelang Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan ini, piala emas itu kembali membuat cerita. Piala yang tengah diperebutkan oleh 32 tim dari seantero dunia itu diduga bukan terbuat dari emas solid alias kopong tengahnya.

Foto: SBY selaku kepala negara Indonesia memegang piala (detiksport.com)

Menurut seorang Profesor Kimia dari Inggris, Martyn Poliakoff dari Nottingham University, bobot emas solid yang ukurannya sebesar trofi piala dunia, semestinya sangat berat untuk bisa diangkat, bahkan oleh orang dewasa sekalipun. Menurut perhitungan saya, bila memang piala itu benar- benar terbuat dari emas padat, setidaknya bobotnya akan seberat 70-80 kg.

Emas adalah logam solid dan padat, maka dengan ukuran piala yang setinggi 36 cm, setidaknya, kata Poliakoff, bobotnya sama beratnya dengan bobot orang dewasa. Padahal, berat total piala tersebut cuma 6,175 kg. Karena itu Sang Profesor memperkirakan piala itu kopong tengahnya. Benar tidaknya pendapat Poliakoff masih jadi teka-teki. Hanya perencang dan pembuat piala itu yang tahu jawabannya.

Saat ini negara-negara yang berlaga di Afrika Selatan sedang memperebutkan piala itu. Piala dengan berjuta cerita. Piala yang sejatinya hanya sebuah simbol belaka. Karena dia tak pernah bisa dimiliki sang pemenang. Tetapi sejatinya bukan piala itu yang tinggi nilainya, tetapi sebuah kemenangan. Sebuah kebanggaan menjadi juara yang lebih tinggi nilainya dari sebuah piala.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *