Kemarin ramai diberitakan soal keris Pangeran Diponegoro yang lama hilang akhirnya kembali ke tanah air. Pemerintah Belanda mengembalikan kepada pemerintah Indonesia keris legendaris yang lama hilang tersebut.
Banyak yang kagum dengan penemuan keris itu. Banyak pula yang menyangsikan itu keris yang selama ini hilang. Saya termasuk yang gak yakin.
Temen-temen yang tahu keris saya lihat juga banyak yang menyangsikan.
Alasannya sederhana, sebagaimana diketahui Pengeran Diponegoro alias Sultan Abdul Hamid punya dua keris yang sangat terkenal yaitu Keris Nogosiluman dan Kiai Bondoyudho.
Nah yang kembali ini katanya Keris Nogosiluman, tapi kok dapur (model) nya bukan Nogosiluman tapi Nogososro?. Selain itu sandangan (sarung) kerisnya juga kurang pas. Karena keris yang katanya Nogosiluman itu warangkanya model branggah, sementara warangka keris Diponegoro saat perang harusnya model gayaman.
Apalagi argumen yang dipakai sejarawan yang menyatakan itu keris Diponegoro adalah ini (dikutip daeri Historia):
“Setelah Pangeran Diponegoro ditangkap, keris itu dihadiahkan Kolonel Jan-Baptist Cleerens kepada Raja Willem I pada 1831. Keris itu kemudian disimpan di Koninklijk Kabinet van Zeldzaamheden (KKZ) atau koleksi khusus kabinet Kerajaan Belanda.”
Nah kalau baca sejarah Diponegoro, keris yang dibawa saat dia ditangkap Belanda harusnya keris Kiai Bondoyudho yang dibuat dengan melebur tiga pusaka.
Bahkan kalau kita lihat sketsa A.J. Bik yang menggambar Sang Pangeran saat ditahan di Batavia tahun 1830 (foto terlampir), di situ terlihat Diponegoro masih menyengkelit keris dengan warangka gayaman dan deder (gagang) lempuyangan yang ada selutnya.
Itulah keris kiai Bondoyudho yang tetap dibawa Diponegoro bahkan akhirnya ikut dikubur bersama jasadnya saat Sang Pangeran wafat di Pengasingan.
Jadi kalau keris yang katanya diambil saat Diponegoro ditangkap, harusnya ya Kiai Bondoyudho itu. Karena saat itu cuma keris itu yang dibawa Diponegoro jadi pusakanya.
Kalau pun benar Keris Nogosiluman berhasil dirampas Belanda dari Diponegoro, harusnya ya wujud sandangannya seperti Kiai Bondoyudho itu. Karena begitulah etiket berkeris di Jawa. Keris berwarangka gayaman dipakai sehari-hari, juga saat perang. Sementara keris branggah (atau disebut ladrang kalau di Surakarta) dipakai saat upacara atau acara resmi.
Jadi pas lihat wujud keris yang balik ke tanah air itu sih memang kurang masuk kalau dibilang itu keris Nogosiluman yang dipakai Diponegoro saat Perang Jawa.
Wajar sih mungkin karena sejarawan yang terlibat ndak paham keris. Harusnya melibatkan pakar keris juga.
Tapi apapun itu, meski itu bukan keris Diponegoro sekalipun, kita tetap perlu berbahagia dan mengapresiasi. Sebab ada keris lama, benda sejarah/budaya dari Indonesia yang kembali ke kampung halamannya.