
Pada musim panas tahun 1999 Mr. Voglsinger membeli sebuah keris di Zurich, Swiss. Menurut penjualnya keris itu didapatkan dari dari Malang, Jawa Timur, Indonesia.
Siapa sangka keris yang dibeli Mr. Voglsinger yang mungkin awalnya dikira keris biasa, kemudian ternyata menjadi keris yang penting dan berharga. Sebab keris yang kemudian dikenal sebagai Keris Voglsinger itu menjadi keris tertua di dunia. Menggeser Keris Knaud yang selama ini mendapat predikat tersebut.
Keris Voglsinger ini dicatat oleh Martin Kerner dan diterbitkan dalam paper Pamor-Notizen tahun 1999, dengan judul ‘Keris Buda Voglsinger: Ein Buda-Keris mit originalem Griff’. Tulisan dalam Bahasa Jerman, yang judulnya dalam Bahasa Indonesia artinya: Keris Buda Voglsinger: Keris Buda yang gagangnya asli, itu kemudian diterjemahkan ke Bahasa Belanda oleh J. van As., lalu diterjemahkan dari Bahasa Belanda ke Bahasa Inggris oleh G. Giesen.
Dari terjamahan Bahasa Inggris-nya inilah kemudian paper itu semakin diketahui luas. Termasuk dirujuk dalam tulisan ini.
Kerner mengungkapkan bahwa saat ditemukan kondisi keris ini sangat baik dan relatif utuh. Bilahnya berbentuk khas keris Buddha dengan panjang (tanpa ganja) 20,6 cm. Lebar di tengah 6,2 cm. Bilahnya tipis dan memiliki sogokan sepanjang 8 cm. Keris ini tidak memiliki pamor dan memiliki pesi berbentuk persegi.
Keris ini terlindungi diduga karena tertimbun pasir atau abu gunung berapi yang membantu mengawetkannya. Keris ini ditemukan tidak memakai sarung atau warangka, namun memiliki gagang atau hulu yang relatif utuh. Kerner menduga mungkin hujan abu cukup panas dan agresif menciptakan lapisan pelindung karat yang efektif.
Namun materi vulkanik tersebut tidak cukup panas untuk membakar hulunya. Keutuhan hulu keris ini menjadi penting karena dari sinilah usia keris ini dapat diketahui.
Hulu keris ini dibuat dari dua bahan organik yaitu kayu hitam dan tulang atau tanduk rusa. Hulu ini direkatkan atau dijabung ke pesi dengan bahan perekat organik.
Karena berbahan organik, maka hulu keris ini bisa di-radiocarbon dating atau carbon dating dengan metode C14 untuk mengetahui usianya. Metode ilmiah ini biasa digunakan untuk menentukan usia suatu benda yang mengandung bahan organik dengan menggunakan sifat radiokarbon, suatu isotop radioaktif karbon. Banyak dipakai oleh arkeolog dan ilmuwan lainnya.
Hasilnya, analisis pada kayu dan tanduk dari hulu yang dilakukan oleh ETH di Zurich mengungkapkan kayu itu diperkirakan berusia 1090 tahun BP dan tanduknya 1245 tahun BP. Setelah dilakukan koreksi terhadap nilai-nilai yang terukur, dapat dihitung bahwa hulu keris itu dibuat sebelum tahun 1016 M.
Pohon asal kayu bahan hulu ditebang antara tahun 889 sampai 1016 M sementara rusanya dibunuh untuk diambil tanduknya antara tahun 669 M dan 892 M. Maka dari usia bahannya, hulu keris ini diperkirakan dibuat antara tahun 889 M dan 892 M, atau akhir abad ke-9, awal abad ke-10.
Itu masuk era Kerajaan Mataram Kuno atau Medang yang ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur di rentang tahun 732 sampai 1016 M. Keris ini ada di saat terjadi bencana gunung meletus yang kemudian menguburnya sekaligus mengawetkannya.
Jika dibandingkan dengan Keris Knaud, yang selama ini mendapat predikat keris tertua, maka Keris Voglsinger ini jauh lebih tua. Karena Keris Knaud diduga para ahli dibuat di Era Majapahit atau Abad ke-14. Itu pun terjadi perbedaan di antara ahli, misalnya J.L.A. Brandes menyatakan keris itu dibuat tahun 1266 Saka atau 1344 M. Sementara N.J. Krom menyatakan dibuat tahun 1264 Saka atau 1342 M (Lihat David Van Duuren, 2022, Charles Knaud’s Keris: The Oldest Dates Keris in the World. Hal.13)
Angka itu pun didapat bukan dari metode ilmiah yang kuat seperti carbon dating, namun hanya dari angka yang terukir di bilahnya. Sebab keris yang diperoleh Charles Knaud dari Pakualam V ini tidak memiliki bahan organik seusia keris yang tersisa, seperti hulu pada Keris Voglsinger.
Belum lagi dugaan yang menyatakan bahwa angka yang dipahat bersama relief Ramayana di Keris Knaud bukan angka pembuatannya, melainkan tahun yang dipahat kemudian untuk peringatan tertentu. Maka mustahil untuk menentukan umur keris tersebut dengan cara yang jelas (Van Duuren, hal. 33).
Maka jika ada yang bertanya soal keris tertua di dunia, jawabannya tidak lain adalah Keris Voglsinger. Jika masih menjawab Keris Knaud, maka dipastikan dia sudah ketinggalan kereta alias kurang update.
Tetua di sini tentu dari dating usia yang terbukti secara ilmiah. Kalau cuma klaim semata, tentu banyak sekali yang mengklaim kerisnya lebih tua lagi. Namun dipastikan tidak punya bukti hasil carbon datingdan semacamnya.
Semoga nanti ada keris lain yang ditemukan lengkap dengan perabot bahan organik dan milik setelah di-carbon dating ternyata lebih tua dari Keris Voglsinger. Semoga juga keris itu milik orang Indonesia, bukan keris yang ditemukan di Indonesia tapi lari ke luar negeri.
Biar nama yang tertera di keris tertua bukan Knaud atau Voglsinger, tapi nama-nama orang Indonesia.
(Foto: Foto Keris Voglsinger dari Pamor-Notizen)