Ketika Ali Diludahi

Ali bin Abi ThalibAli namanya. Masih belia usianya. Namun tak ada sedikit pun gentar yang tergambar dalam raut mukanya. Dengan mantab dia maju ke muka dan membuat orang kaget terheran-heran. Bahkan ada juga yang mentertawakannya. Usia dan perawakannya dinilai tak sebanding dengan apa yang akan dihadapinya.

Saat itu bulan Syawal, tahun 5 Hijriyah atau tahun 675 Masehi. Kota Madinah tempat kaum Muslimin, sedang dikepung oleh pasukan koalisi Kafir Quraisy Mekah dan Yahudi Bani Nadir selama 27 hari. Perang Khandaq pun pecah saat itu. Dinamakan Khandaq karena saat itu umat Islam membuat parit untuk mempertahankan kota mereka dari serangan langsung pasukan koalisi yang jumlahnya jauh lebih banyak.

Saat perang itu, jagoan Kafir Quraisy Amr bin Abd Wad al-Amiri menantang siapa saja di antara pasukan Islam untuk duel satu lawan satu. Dahulu kala, sebelum perang dimulai, lazim ada pertarungan single, satu lawan satu, sebagai partai pembuka. Amr adalah jagoan pilih tanding yang cukup terkenal dan ditakuti di Jazirah Arab kala itu.

Rasulullah Muhammad SAW yang memimpin pasukan kaum Muslimin kemudian menawarkan pada pasukannya untuk menanggapi tangangan Amr. Namun yang ada hanyalah hening. Tak satupun sahabat yang berani dan bersedia maju menjawab tantangan jagoan Quraisy itu.

Sosok dan reputasi Amr saat itu memang cukup untuk membuat nyali jadi ciut seketika. Para sahabat tahu betul bahwa akan sulit dan tipis peluang menang jika menghadapi bromocorah itu. Gertakannya saja sudah cukup untuk menghadirkan gentar di dada.

Namun di tengah keheningan dan kebimbangan menjawab tantangan itu, majulah sesosok anak muda belia. Ali bin Abi Thalib RA maju dan bersedia bertarung menjawab tantangan Amr.

Ali memang masih sangat muda, dan terlihat bukan tandingan Amr. Karena itu Nabi pun sempat ragu dan mengulangi tawarannya kepada sahabat lainnya beberapa kali. Tetapi hasilnya sama saja, memang hanya Ali, si anak muda belia ini yang berani. Akhirnya Rasulullah pun mengizinkan sepupunya itu maju melawan sang jagoan Quraisy.

Seketika meledaklah tawa Amr, melihat yang maju ke gelanggang adalah orang yang menurutnya adalah anak kemarin sore. Dia terus mengejak Ali yang dianggapnya masih bau kencur. Jagoan Quraisy ini pun yakin akan menyudahi pertarungan dengan sangat mudah.

Namun apa yang terjadi justru di luar dugaan. Dengan lincah Ali mematahkan setiap serangan Amr dan membuat jagoan itu kewalahan. Akhirnya pedang bermata dua Ali yang dinamai Zulfikar berhasil menebas paha kekar Amr hingga pria sangar itu tumbang.

Kesempatan itu tak disia-siakan Ali yang segera memburu Amr yang kemudian terlentang tak berdaya. Hanya butuh satu sabetan saja nyawa jagoan Quraisy itu akan melayang di tangan Ali. Pasukan muslim pun bersorak melihat Ali di atas angin.

Namun tak lama sorak sorai itu berhenti berubah jadi keheranan, saat Ali justru urung menghabisi Amr dan berbalik badan meninggalkan lawan tandingnya itu. Beberapa sahabat kemudian menyongsong Ali dan menanyakan sikapnya itu.

“Ali mengapa kamu tidak jadi menghabisi Amr?” tanya sahabat.

“Aku diludahi” jawab Ali.

Jadi saat Ali bersiap menebas Amr dan menyudahi pertempuran, jagoan Quraisy itu tak mau menyerah. Karena sudah tak mampu melawan dia meludahi wajah Ali untuk menghinanya. Mendapat hinaan itu, Ali justru mengurungkan niatnya menebas Amr dan menjauh dari tubuh kekar yang telah terlentang tak berdaya di tanah itu.

Melihat penjelasan Ali itu sahabat makin bingung. Mengapa saat dihina dengan diludahi, Ali justru mengurungkan niatnya menghabisi orang kurang ajar itu. Tanpa meludahi muka saja orang itu layak dibinasakan, apalagi sempat menghina dengan meludahi muka.

Namun Ali punya alasan lain. Pemuda pertama yang memeluk Islam dan dijuluki Karramallahu Wajhah (semoga Allah memuliakan wajahnya) oleh para Sufi ini, ingin melawan hawa nafsunya. Ali mengungkapkan, saat diludahi, amarah dan kebenciannya timbul, maka tak ada pilihan lain selain menyingkir dan menunggu amarahnya reda. Sebab dia ingin membunuh musuhnya semata-mata karena Allah SWT, bukan karena kebencian atau amarah.

Para sahabat pun akhirnya maklum dan salut dengan apa yang dilakukan Ali. Para saksi mata pun akhirnya mengabadikan kisah ini dan terus dikenang sebagai teladan sampai hari ini.

Sementara Amr sendiri akhirnya tewas di tangan Ali dalam perang Khandaq itu. Atas pertolongan Allah, umat Islam pun memenangkan perang tersebut.

Sayidina Ali telah menunjukkan teladan sikap yang mulia. Keberanian yang tinggi, namun disertai dengan hati yang bersih dari kebencian dan nafsu amarah. Di dalam Al Quran setiap disebut sifat Allah Al Aziz (maha perkasa), selalu diikuti dengan sifat Al Hakim (maha bijaksana). Power memang harus selalu didampingi oleh wisdom. Seperti kata Si bijak dari Yunani, Plato, raja yang ideal adalah yang sekaligus filsuf. Agar kekuatan dan kuasa juga dibarengi dengan kebijaksaan. Apa yang dilakukan Ali adalah pengejawantahan nilai luhur Islam tersebut.

Ali mencontohkan bahwa perang bukan urusan kebencian dan mengumbar nafsu amarah. Semua perang Islam yang dipimpin Rasulullah Muhammad SAW pun sejatinya adalah perang yang defensif, untuk mempertahankan diri, bukan offensif. Bahkan dalam setiap perang, Rasulullah membuat aturan ketat yang harus dipatuhi pasukannya, antara lain: tidak boleh membunuh mereka yang sudah menyerah, tidak boleh membunuh wanita dan anak-anak, tidak boleh membunuh pemuka agama, merusak rumah ibadah, bahkan memotong pohon atau tanaman saja dilarang saat perang.

Itulah etika perang Islam. Islam memperbolehkan perang untuk membela diri, bukan untuk mengumbar nafsu amarah dan angkara murka. Karena sesuai namanya, Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian dan cinta kasih.

Maka sangat mengherankan jika saat ini ada sebagian umat Islam yang justru suka marah-marah, suka perang dengan modal kebencian. Bahkan suka memancing amarah dan menebar kebencian agar timbul konflik atau perang.

Mungkin mereka cuma ngaku-ngaku Islam. Atau mungkin terlewatkan atau lupa membaca kisah Sayidina Ali di Perang Khandaq ini.

Semoga tulisan ini mengingatkan kembali peristiwa itu dan hikmah yang ada di dalamnya. Semoga kisah ini bisa mengubah sikap dan cara pandang kita. Semoga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *