Langgar Puasa Dapat Sekeranjang Kurma

Suatu hari di bulan Ramadan, seseorang mendatangi Rasulullah Muhammad SAW. Saat bertemu dengan Nabi, lelaki itu terlihat panik dan merasa bersalah. Dia kemudian mengadu bahwa dia telah berbuat kesalahan saat puasa di bulan Ramadan.

”Celaka aku ya Rasulullah,” kata lelaki itu.

“Apa yang membuatmu celaka?“ tanya Nabi.

“Aku berhubungan seksual dengan isteriku di siang hari di bulan Ramadan,” kata lelaki itu.

Lelaki itu ingin bertanya hukuman atau amalan apa yang bisa dilakukannya untuk menebus kesalahannya itu. Lalu Rasulullah pun bertanya, apakah orang itu punya uang untuk membebaskan budak? Oang itu menjawab bahwa dirinya tidak punya uang untuk membebaskan budak.

Lalu Nabi menawarkan agar orang itu puasa dua bulan berturut-turut untuk memperbaiki kesalahannya. Saat ditanya Rasulullah apakah dia sanggup? Orang itu mengatakan tidak sanggup. Kemudian Nabi memberikan alternatif lain yaitu agar orang itu memberi makan 60 fakir miskin. Tapi seperti sebelumnya, orang itu menyatakan tidak sanggup.

Rasulullah kemudian menyuruh orang itu duduk dan beliau pergi ke dalam rumahnya. Ketika kembali menemui orang itu, Nabi telah membawa sekeranjang kurma. Nabi bermaksud memberikan kurma ke orang itu, agar orang itu mensedekahkan kurma dari Nabi itu kepada fakir miskin untuk menebus kesalahannya.

Tetapi orang itu dengan memelas mengatakan bahwa dia adalah orang yang paling miskin dan membutuhkan kurma itu. Mendengar itu nabi tertawa sampai terlihat giginya, lalu beliau berkata; ”Bawalah kurma ini dan beri makan keluargamu,” orang yang itu pun pulang dengan membawa hadiah sekeranjang kurma dari Nabi.

Kisah yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA itu sungguh luar biasa. Kita melihat begitu mulianya sifat nabi. Kebaikannya mengalahkan segalanya. Rasa kemanusiaannya begitu tinggi sampai-sampai orang yang melanggar aturan pun bisa dimaafkan bahkan mendapat hadiah.

Dari kisah itu kita melihat kebijaksanaan seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang baik, sebagaimana diteladankan Nabi dalam kisah tersebut, memahami betul rakyatnya, mau berdialog, dan memberikan keputusan yang tepat dan mengembirakan bagi rakyatnya itu. Kisah itu menunjukkan bahwa Nabi adalah pemimpin yang mendengar dan memahami suara rakyatnya.

Kisah Nabi itu juga layak dicamkan bagi para penegak hukum. Supaya dalam menegakkan aturan tidak hanya berpatokan pada aturan formal atau tekstual belaka, tetapi juga memperhatikan aspek kontekstualnya. Agar keadilan tegak dan setiap orang merasakan keadilan itu.

Sayangnya sikap seperti yang diteladankan Nabi ini sudah langka kita jumpai saat ini. Saat ini yang ramai justru orang yang rela menyakiti orang lain, merusak, mengabaikan kemanusiaan, demi dalih menegakkan nilai agama. Padahal kalau kita lihat kisah Nabi tersebut, justru aturan agama itu bisa luwes dijalankan. Nabi mencontohkan pada kita bahwa agama itu memudahkan, bukan mempersulit apalagi menakutkan. Agama yang diajarkan Rasulullah memperhatikan sisi kemanusiaan.

Mari kita semua meneladani sifat dan sikap Rasulullah, dan semoga pemimpin-pemimpin kita melakukan hal yang sama. Selamat berpuasa!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *