Warangka adalah pakaian bagi pusaka. Karenanya menyandangi keris dengan baik adalah sebuah kewajiban bagi seorang pekeris.
Maka jika di keris ada pakem atau aturan baku tertentu, di warangka juga ada. Pakem warangka ini serupa dengan aturan berbusana pada manusia alias etiket berbusana.
Misal jika kita memakai setelan jas maka ada etiket soal mana kancing yang dibuka dan mana yang dikancingkan. Juga kapan dibuka dan dikancingkan. Pada batik dan pakaian lainnya juga ada etiket yang sama.
Untuk sandangan keris, hal seperti itu ada dan dibakukan leluhur menjadi pakem. Misalnya warangka gayaman itu untuk sehari-hari dan perang, sementara ladrang atau branggah untuk acara resmi. Atau deder ini untuk warangka itu. Mendak ini untuk warangka sana, dan lain sebagainya.
Belakangan, ada beberapa pakem warangka yang mulai terlupa atau tidak diikuti. Entah karena ketidaktahuan atau kesengajaan.
Contohnya adalah pakem warangka Yogya untuk keris berganja bergelombang baik wilut maupun kelap lintah. Pakemnya bagian atas warangka harus menutup mengikuti alur lekuk ganja tersebut, dan bukan datar yang menyebabkan lekukan ganja nongol.
Tapi yang sering muncul di media sosial maupun offline, keris berganja wilut atau kelap lintah berwarangka Yogya, tapi ganjanya nongol. Ini mungkin karena pemilik keris tidak tahu pakem ini, atau tahu tapi karena membuat warangka pakem repot maka pake seadanya.
Memang menyandangi ganja bergelombang dengan pakem Yogya ini agak repot. Sebab kebanyakan warangka jadi yang dibuat mranggi dan beredar di pasaran bagian atasnya datar. Jadi cuma cocok dipake keris yang ganjanya datar. Kalau dipaksa dipake untuk ganja bergelombang jadinya tidak pakem.
Maka jika ingin menyandangi ganja bergelombang dengan pakem, ya harus pesan dan dibuatkan khusus mengikuti kerisnya. Masalahnya, kadang bahan yang ada gak bagus atau gak cocok motifnya.
Problem ini sebenarnya bisa diatasi dengan cara para mranggi saat membuat warangka jadi, bagian atasnya dibuat bergelombang yang bisa untuk ganja wilut dan kelap lintah. Toh misal nanti mau dipakai untuk ganja datar atau sebit rontal, tinggal dipapas atau didatarkan saja.
Ini juga saya alami saat dapat keris berdapur Pulanggeni versi Yogya yang ganjanya kelap lintah. Cari warangka jadi gak ada yang pas untuk keris ini. Mau bikin gak ketemu bahan yang cocok.
Tapi untung ketemu jodohnya di Mas Sutopo yang punya bahan kayu dengan pelet yang cocok. Sudah peletnya kendit, bisa dibuat iras pula. Walau hanya cukup untuk jadi gayaman, dan tidak cukup jadi branggah.
Lalu dibantu Mas John Teguh Panji nyandangi perabot peraknya. Mulai dari pendok blewah sampai selutnya. Semua mencoba mengacu pada pakem.
Maka jadilah keris sederhana ini, yang karena bergaya Yogya maka bagi saya wajib mengikuti pakemnya atau etikat sandanganya.
Tulisan ini bukan bermaksud untuk menggurui. Saya juga masih banyak belajar soal keris dan pakem keris Yogya. Namun semoga ini bisa membantu bagi yang belum tahu.
Lalu memangnya bagaimana kalau gak ikut pakem atau etiket? Ya ndak papa juga sih. Gak bakal kena sanksi pidana, atau sanksi lainnya. Ya paling cuma kelihatan wagu saja. Kayak orang inggris melihat kebanyakan orang Indonesia yang make jas tapi semua kancingnya dikancingin. Atau santri melihat orang pake sarung tapi tumpalnya ditaruh di samping, dan sejenisnya.
Pakem ini juga penting dalam menilai keris. Misal kalau ketemu keris Yogya yang katanya garap dalem sandangan ori tapi tidak mengikuti etiket sandangan Yogya tadi itu, maka… anda tahu jawabannya.