Pelana Kuda Ali dan Cara Cari Rezeki

296242040_10228336825595151_5058708650695994209_n-300x300.jpg

Derap kaki kuda berhenti di pelataran masjid. Dari atas kuda itu turun Sayidina Ali bin Abi Thalib R.A. Seorang sahabat, sepupu, sekaligus menantu Rasulullah SAW.

Setelah turun dari kudanya, Ali kemudian menuntun dan menitipkan kudanya pada seseorang yang ada di depan masjid itu (di beberapa riwayat disebut orang Yahudi). Setelah memarkir kudanya, Ali kemudian masuk masjid untuk melaksanakan salat.

Seusai salat dan menuju ke parkiran kudanya, Ali menjumpai kudanya masih ada. Tapi tidak dengan pelananya.

Pelana kudanya raib bersama orang yang tadi dipasrahi untuk menjaganya.

Singkat cerita, Ali kemudian pulang dan meminta pembantunya untuk pergi ke pasar membeli pelana baru untuk kudanya. Dia memberikan uang 20 dirham kepada sang pembantu yang langsung ke pasar menjalankan amanah sang majikan.

Setelah beberapa lama, pembantu Ali kemudian pulang dengan pelana seharga 20 dirham. Lalu menyerahkannya pada Ali.

Ternyata pelana yang dibeli sang pembantu adalah pelana Ali yang dicuri. Rupanya sang pencuri kemudian menjualnya di pasar setelah menjalankan aksinya.

Ali kemudian berkata bahwa sebenarnya uang 20 dirham itu hendak diberikannya kepada orang yang dititipi kuda, sebagai uang terima kasih atau bayar jasa. Namun ternyata orang itu malah mencuri pelana dan menjualnya di pasar seharga 20 dirham juga.

“Andai dia mau bersabar sebentar saja, dia akan mendapat 20 dirham dengan cara yang halal” kata Ali.

Dari kisah Ali yang mashur dan sering disampaikan dari satu mimbar ke mimbar lain ini, saya menarik sebuah pelajaran bahwa benarlah rezeki itu sudah ditakar dan tidak akan tertukar. Bahkan sudah ditetapkan sejak manusia masih di dalam kandungan ibunya.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang disampaikan Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud RA:

“Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani (nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah (‘alaqah) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu REZEKInya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta… ” (Hadist Riwayat Bukhari, no. 6594 dan Muslim, no. 2643)

Jelas dari hadist tersebut dijelaskan bahwa rezeki itu sudah ditentukan berapanya dan kapan akan didapatkannya. Maka terbukti dari kisah Ali, di mana rezeki pencuri saat itu sudah ditakdirkan 20 dirham. Maka apapun cara yang dilakukannya dalam menjemputnya, hasilnya sama: 20 dirham.

Dari kisah Ali kita pun jadi tahu bahwa selain takdir yang sudah ditetapkan, manusia juga diberikan free will atau kebebasan dalam bertindak. Seperti si pencuri yang diberi kebebasan dapat rezeki dari pemberian yang halal atau pencurian yang haram, dan dia memilih pencurian.

Juga seperti disebutkan dalam hadist Nabi di atas, orang bebas melakukan tindakan buruk (ahli neraka) atau tindakan baik (ahli surga). dan Allah SWT sang pemilik kehidupan akan membalas setiap manusia berdasarkan perbuatan yang dilakukan.

Maka hikmahnya, dalam mencari rezeki, kita tidak perlu risau karena takut tidak kebagian bahkan kemudian menghalalkan segala cara. Karena rezeki sejatinya sudah ditetapkan berapa dan kapannya.

Sementara tugas kita adalah menjemputnya dengan cara yang halal. Halal itu dengan cara yang baik dan tidak merugikan orang lain atau melanggar hukum.

Buat apa memakai cara haram, mencuri misalnya, jika pada akhirnya yang didapat sama juga jumlahnya. Yang tidak sama adalah berkah dan ganjarannya. Halal diganjar pahala dan surga, haram diganjar dosa dan neraka.

Neraka atau azab ini terkadang sudah hadir duluan di dunia. Misalnya, rezeki yang haram tidak berkah dimakan jadi penyakit, anak jadi nakal dan melakukan hal buruk yang membawa aib. Atau ketahuan korupsi lalu dimiskinkan dan dibui. Yang kelas teri ketahuan mencuri, lalu dihajar masa, bahkan dibakar.

Maka mari kita cari rezeki dengan cara halal saja. Karena sesungguhnya rezeki itu sudah tertakar, tidak akan tertukar apalagi nyasar, dan tugas kita hanya ikhtiar sambil bersabar, insyaallah akan datang dengan lancar.

Selamat Hari Jumat penuh berkah.

Jangan lupa menyisihkan sebagian rezeki untuk saudara kita yang membutuhkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.