Putri Kinurung dan Keindahan yang Terlindung

Dari sekian banyak varian hulu keris, salah satu hulu keris yang menarik bagi saya adalah hulu Keris Jawa; Putri Kinurung. Jika kebanyakan hulu atau deder atau jejeran Jawa tampil sederhana, dia tampil mewah dan indah dengan ukiran di badannya.

Ukiran indah ini berupa ukiran tumbuh-tumbuhan atau tanaman rambat (lung-lungan). Dia terukir melingkari semua sisi hulu.

Mulanya Putri Kinurung tampil di deder keris Yogyakarta. Namun kemudian banyak juga dibuat untuk jejeran Surakarta.

Menurut Bambang Harsrinuksmo dalam “Ensiklopedi Keris” halaman 381, Putri Kinurung yang awalnya dari Yogyakarta mulai dibuat di Surakarta sejak tahun 1930an, pada zaman pemerintahan Sri Paku Buwono X. Sejak itu, hulu Putri Kinurung tidak terbatas pada hulu gaya Yogyakarta, tetapi juga ada pada hulu gaya Surakarta.

Putri Kinurung secara harfiah berarti seorang putri yang ada di dalam kurung atau tempat tertutup. Kurung di sini bukan penjara tapi lebih sebagai tempat untuk melindungi. Jadi Putri Kinurung berarti Putri yang Terlindung.

Misalnya kurungan yang dibuat untuk binatang ternak agar tidak dimangsa binatang buasa. Atau pagar juga benteng yang mengurung rumah atau pemukiman untuk melindungi dari bahaya musuh.

Kurung pada putri itu juga bermakna pingit. Pingit sendiri memiliki arti berkurung di dalam rumah. Sedangkan pingitan, bermakna orang yang dikurung atau dipingit, juga berarti sebagai tempat memingit.

Tradisi memingit wanita masih ada sampai saat ini. Biasanya dilakukan menjelang pernikahan. Tradisi ini bukan hanya ada di Budaya Jawa saja yang disebut Pingitan, tapi juga ada di berbagai daerah di Nusantara.

Di Suku Muna, suku asli Sulawesi Tenggara, ada tradisi serupa yang disebut Karia. Di Suku Betawi, juga ada yang disebut dengan istilah Dipiare. Sementara di Suku Banjar, dari Kalimantan Selatan, ada Bapingit. Serta banyak lagi yang sama namun dengan istilah berbeda di berbagai daerah lainnya.

Jika saat ini pingit identik dengan tradisi jelang pernikahan, dahulu pingit dilakukan lebih dari itu. Putri atau anak gadis yang beranjak dewasa langsung dipingit. Putri raja atau saudagar bahkan saat keluar rumah selalu dalam kurungan baik pada tandu maupun kereta. 

Orang Barat melihat itu sebagai penjara atau pengekangan kebebasan. Namun orang Jawa dan Nusantara lainnya memaksudkan itu sebagai perlindungan.

Putri yang penuh keindahan namun relatif lemah dan rentan, dilindungi atau diberi perlindungan dari segala bentuk gangguan. Baik gangguan fisik (penculikan, pelecehan, pembunuhan, dll.), verbal (cat calling dan semacamnya), bahkan sampai gangguan ghaib.

Ini sama dengan konsep hijab atau jilbab dalam Islam yang diwajibkan untuk kaum putri atau wanita. Makanya juga sama dengan Putri Kinurung, di mana keindahan ditutup untuk dilindungi dari yang tidak berhak. Juga diharapkan bisa mencegah dari bermacam gangguan.

Hanya yang berhak yang boleh melihat dan menikmati keindahan sang putri. Sebuah keindahan yang sakral dan suci, bukan sesuatu yang bebas diumbar, bahkan jadi komoditi. 

Orang Barat yang dulu mengkritik budaya ini, kini juga melakukan pingit dalam bentuk lain. Buktinya kini mereka ketat memingit putrinya terutama di internet atau media sosial, setelah banyak anak gadisnya yang jadi mangsa predator yang cari mangsa melalui pergaulan di media sosial.

Sebenarnya itu lebih dulu disadari masyarakat Jawa dan Nusantara lainnya. Karena predator yang siap memangsa putri ada di semua masa. 

Kisah Putri Kinurung yang baik ada di Ramayana. Al kisah Shinta, sang putri yang keindahannya jadi incaran, dikurung dalam sebuah lingkaran ghaib, untuk melindunginya saat Sang Rama dan Laksmana meninggalkannya. Selama dalam kurung Shinta akan telindung. Namun tipu daya Rahwana berhasil membuat Shinta keluar dari kurung dan berhasil diculik.

Putri Kinurung juga bisa dimaknai laku tirakat untuk menjadi pribadi yang lebih baik atau lebih indah. Ibarat metaforfosis ulat jadi kupu. Sang ulat perlu dikurung dalam kepompong dan berpuasa, untuk kemudian keluar menjadi kupu-kupu yang indah.

Ada juga yang memaknai sebagai simbol bahwa keindahan, kekayaan, kemewahan, seyogyanya terlindung. Jangan diumbar, karena bisa mengundang iri dengki dan mara bahaya.

Bahkan kebaikan pun seyogyanya tidak ditampakkan. Karena kebaikan yang tidak ditampakkan akan meningkatkan kemuliaan.

Maka masuk akal jika hulu Putri Kinurung dahulu banyak yang mempercayai memiliki tuah menjaga dari musibah, menjaga nama baik, serta menjauhkan sifat boros. Ini sesuai filosofi atau makna dari hulu Putri Kinurung itu sendiri.

Letak Putri Kinurung yang ada di hulu yang merupakan bagian ditinggikan atau dituakan (bahkan di pakem Yogya warna kayu deder harus lebih tua dari warangka) merupakan simbol dari penghormatan dan pengutamaan perempuan. Karena semua orang lahir dari perempuan.

Lalu hulu Putri Kinurung yang digenggam atau ada pada genggamgan juga menegaskan bahwa tugas untuk melindungi, mengayomi, dan memuliakan perempuan itu ada para lelaki. Bukan malah merusak, mencemari, bahkan menjadikan komoditi.

Demikianlah sepenggal maka hulu Putri Kinurung. Semoga kita bisa mengambil sebuah nilai didaktis atau pelajaran bagaimana melindungi dan memuliakan perempuan. 

Leave a Reply

Your email address will not be published.