Salah Kaprah Daun Lontar

Foto: Pusat Preservasi Perpustakaan Nasional RI

Sebelum ada buku dari kertas, manusia menulis di Daun Lontar. 

Kalimat seperti itu sering kita jumpai pada tulisan sejarah yang mendeskripsikan penulisan di masa lalu. Juga di film atau sinetron dengan latar zaman kerajaan.

Sepintas itu tampak benar, tapi sebenarnya ada salah kaprah di sana.

Memang benar zaman dahulu manusia, termasuk yang di Nusantara ini menulis di dedaunan kering yang dirangkai itu. Namun sebutan “Daun Lontar” itu sebenarnya salah. Yang benar adalah “Rontal”.

“Ron” itu adalah kata dalam bahasa Jawa kuno yang artinya daun. Sementara “Tal” itu adalah tamanam sejenis Palma. Tanaman ini nama ilmiahnya Borassus flabellifer. Sementara di masyarakat, khususnya Jawa, banyak sebutan untuk tanaman ini yaitu: Tal, Ental, atau Siwalan.

Tanaman ini banyak ditanam masyarakat karena selain daunnya yang bisa dijadikan alat tulis, dan dipakai untuk mengabadikan pengetahuan. Caranya dengan mengeringkan dan mengolah daunnya, lalu dirangkai. Sementara penulisannya dengan menggunakan sejenis pisau khusus untuk menulis di daun tersebut.

Pohon Tal juga menghasilkan buah Siwalan yang segar dan enak dimakan. Dari bunganya juga bisa disadap dan menghasilkan air nira yang bisa jadi minuman manis yang disebut Legen. Legen ini yang jika difermentasikan akan jadi minuman memabukkan yang sangat terkenal yaitu: Tuak.

Tanaman ini tumbuh baik di daerah pesisir. Karenanya produk dari pohon Tal ini juga akrab dengan daerah pesisir. Misalnya Tuban, kampung saya, terkenal sebagai Kota Tuak. Juga sampai saat ini masih kita jumpai di pinggir-pinggir jalan orang menjajakan buah Siwalan dan Legen yang biasanya satu lapak dengan Tuak.

Di tempat yang sama, dahulu para Wali juga menulis ajarannya di daun pohon Tal. Juga para punggawa di Kerajaan atau Kadipaten. Rontal inilah yang dikemudian hari jadi artefak sejarah yang sangat berharga.

Maka kemudian istilah ditulis di Rontal adalah istilah semacam ditulis di buku di zaman modern. Buku dan kitab sendiri adalah istilah yang datang kemudian. Sebelumnya kitab itu bentuknya ya rangkaian Rontal ini.

Namun kemudian kata “Rontal” ini lama-lama terucap jadi “Lontar”. Lalu kemudian orang makin salah kaprah menyebut “Rontal” dengan “Daun Lontar”.

Kalau disebut Daun Lontar, sementara Lontar itu salah sebut dari Rontal yang artinya Daun Tal, maka menyebut Daun Lontar sama dengan menyebut: Daun Daun Tal. Masih mending jika disebut Daun Tar misal.

Rupanya salah kaprah ini berlanjut ke pohonnya. Pohon Tal atau Siwalan kemudian juga disebut Pohon Lontar. 

Salah kaprah ini sebagaimana salah kaprah salah kaprah lainnya berlangsung tahunan. Karena memang tidak banyak yang tahu atau sadar akan kesalahan ini. Bahkan sebuah universitas negeri ternama memakai kata Lontar untuk hal yang terkait perpustakaannya. Padahal ada jurusan Sejarah dan Sastra Jawa di sana.

Oke lah semisal kata Lontar diterima sebagai bentuk baru sebuah kata. Tapi asal jangan digunakan dengan kata daun di depannya.

Semoga yang baca tulisan ini jadi tahu bahwa sebenarnya Lontar itu salah sebut dan yang benar Rontal. Setelah tahu, semoga tidak lagi mrnyebut atau menulis Daun Lontar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *