
Tidak semua buatan lama bisa dibuat kembali, memang benar adanya, termasuk soal keris. Buktinya ada garap tertentu di keris yang dahulu bisa dibuat, kini tidak bisa atau sulit dibuat lagi. Kalaupun bisa, tidak sebaik atau sesempurna buatan lama.
Salah satu contohnya adalah selut, yaitu hiasan berupa logam mulia dengan batu mulia yang ada di hulu keris, baik di hulu atau jejeran keris Surakarta, maupun deder keris Yogyakarta. Memang saat ini selut masih bisa dibuat, tapi tidak lagi sebagus buatan lama, dan hasilnya setelah dipasang di jejerantidak menyatu, atau seamless seperti selut-selut lama.
Seamless artinya tanpa sambungan atau tanpa jeda, menyatu mulus, nyawiji, nyawit. Maka selut yang seamless seolah dia menyatu dengan jejeran-nya seperti bungkul yang menyatu tanpa jeda dengan bagian jejeran lainnya.
Namun yang kita sering jumpai, terutama selut Surakarta, antara selut dan jejeran tidak seamless. Ada jeda, atau selut-nya agak masuk ke bungkul, sehingga di atas selut ada sisa bagian bungkul yang nyembul atau meninggalkan sisa, dan sebagainya. Ini biasanya terjadi di selut dan jejeran kamardikan atau selut dan jejeran lama copotan yang ‘dikawain paksa’ dengan jejeran lama yang bukan ‘jodohnya’.
Jika kita bandingkan dengan buatan lama, maka akan terlihat bedanya. Silahkan lihat di foto terlamir. Di foto yang saya ambil dari berbagai sumber itu jelas contoh antara selut dan jejeran yang seamless dan yang tidak.
Selut yang tidak seamless ini terjadi karena pembuat selut masa kini, tidak memperhatikan rancang bangun jejeran. Akibatnya lahirlah selut yang lubang atasnya kekecilan atau lengkungan yang bertemu badan jejeran dibuat ngasal atau terlalu kecil. Maka saat dipasang ke jejeran dijamin tidak seamless.
Bisa juga karena mranggi jejeran-nya yang kurang paham atau kurang jago memasang. Maka walau diberi selut lama yang garap-nya bener pun dipasang dengan tidak bener atau ada jeda.
Atau bisa juga ada selut lama yang bener dan jejeran lama yang bener tapi beda ukuran dan dipaksa dikawinkan. Ini juga akan tidak pas. Karena idealnya selut dibuat dulu secara benar dan jejeran dibuat mengikutinya.
Tapi seorang mranggi cerita, kalau selut-nya sudah salah dalam membuat ‘mulut’ nya, di mana lengkungannya gak sesuai rancang bangun jejeran, tetap akan susah membuat pas, walau akan dibuat jejeran baru mengikuti selut. Saat ini soal ‘mulut’ selut ini memang tidak banyak diperhatikan, asal ukiran selutnya indah, batunya berkilau, sudah dinilai bagus.
Maka lahirlah selut-selut indah tapi tidak seamless ke jejeran-nya. Ini pun tidak banyak yang memahami. Tidak seamless pun dinilai sempurna. Tentu kita baru tahu bedanya kalau kita mencermati atau niteni selut dan jejeran di keris lama yang garap bagus atau kelas masterpiece.
Yang memahami soal seamless ini juga menjadikannya ilmu titen untuk membedakan selut lama dan selut baru, selut baru yang dibuat seolah lama, serta selut dan jejeran lama yang dijodohkan belakangan.
Selain selut, mendak atau cincin keris pun idealnya juga seamless. Jika memakai selut dia harus seamless ke selut-nya. Jika mendak di jejeran atau deder tanpa selut dia harus seamless ke bungkul. Tidak boleh kebesaran maupun kekecilan.
Maka diameter mendak harus pas dengan samiran atau lingkar bawah bungkul jejeran atau deder. Bankan dahulu jejeran dibuat dengan bungkul memanjang kerucut ke bawah agar bisa disetel dan pas dengan calon mendak. Kerucutnya akan dipotong menyesuaikan mendak-nya. Atau mendak dibuat dengan diukur presisi diameternya sesuai diameter samir jejeran.
Saat ini hal ini banyak yang tidak peduli atau mengabaikan. Sering dan banyak kita jumpai keris yang mendak-nya tidak seamless. Kalau tidak kegedean yang kekecilan. Asal jejeran bagus mendak bagus yang dipasangkan, tak peduli seamless atau tidaknya.
Padahal mendak dan selut ini dibuat tujuannya tidak hanya sebagai ornamen hiasa saja. Namun secara teknis juga untuk transisi yang smooth antara hulu dan bilah. (Garrett Solyom dan Bronwen Solyom (1978). The World of Javanese Keris. Honolulu: East-West Center. hal. 30)
Ilmu soal sandangan keris memang kurang mendapat perhatian dibandingkan ilmu terkait bilahnya. Padahal sandangan juga penting. Karena keris itu bukan hanya bilah saja tapi kesatuan bilah dan sandangan. Maka keris yang baik, selain bilahnya baik, sandangan-nya juga harus baik dan sempurna.
Semoga hal ini kembali dipahami baik oleh para pengrajin selut dan mranggi jejeran atau kolektor. Agar kembali lahir selut yang rancang bangunnya baik dan bisa seamless ke jejeran-nya.
Saya sangat percaya pengrajin kita mampu jika sudah memahami hal ini. Maka ke depan semoga lahir karya baru yang akan semakin baik, bahkan sempurna, serta tidak kalah dengan karya lama atau karya pendahu kita.