Ada yang lain dari Piala Dunia kali ini. Semua yang berlaga atau menyaksikannya, baik langsung di stadion maupun melalui televisi pasti merasakannya. Yang lain itu asalnya dari sebuah suara. Suara yang tak pernah terdengar pada Piala Dunia sebelumnya.
Suara ini selalu terdengar ramai di setiap pertandingan pesta bola sejagat itu. Bunyinya mendengung seperti suara lebah. Itulah suara Vuvuzela, sebuah terompet plastik khas Afrika Selatan. Sejak pembukaan, suara Vuvuzela tak pernah absen menemani.
Suaranya mendengung dari lubang terompet ke seluruh stadion, dari Benua Afrika sampai layar televisi di berbagai belahan dunia.
Saat pembukaan Piala Dunia dan pertandingan pertama suara Vuvuzela sudah berkumandang. Bagi pemirsa televisi yang tidak tahu akan mengira itu suara televisnya yang rusak atau ada gangguan signal. Keluhan bising pun dilontarkan. Lalu bagaimana dengan yang di lapangan? Mereka tak kalah bising. Vuvuzela yang dalam bahasa IsiZulu artinya membuat bising ini memang cukup keras bunyinya. Bayangkan saja kerasnya suaranya sebesar 127 desibel, sementara peluit wasit cuma 122 desibel (untuk mendengarkan suara Vuvuzela masuk di sini, klik terompetnya ya).
Bisingnya Vuvuzela kemudian menjadi kontroversi. Banyak yang mengeluhkan dan melayangkan protes karena suaranya mengganggu komunikasi di lapangan. Misalnya saja Pelatih Tim Belanda Bert van Marwijk yang mengatakan bunyi bising Vuvuzela membuat dirinya tak bisa member instruksi kepada pemaian di lapangan. Seorang pemain juga sempat terus menggocek bola walau sudah disemprit wasit. Saat wasit marah dia memberikan isyarat tidak dengar karena bisingnya Vuvuzela. Wasit pun maklum.
Tak hanya tim, stasiun televisi mengeluhkan suara Vuvuzela yang dianggap mengganggu penyiaraan. Maka sempat berhembus kabar pelarangan terompet itu dibawa melihat pertandingan. Namun FIFA dan panitia lokal tak melakukan pelarangan itu. Alasannya karena Vuvuzela adalah bagian dari tradisi masyarakat di Afsel.
Maka tiap pertandingan para suporter masih diperbolehkan membawa Vuvuzela dan meniupnya kencang-kencang. Namun bukan berarti FIFA mengabaikan kenyamanan dan keamanan pemain saat bertanding. FIFA tetap mengeluarkan aturan ketat demi menjaga konsentrasi pemain saat bertanding. Yaitu dengan cara memeriksa barang bawaan penonton saat menyaksikan pertandingan.
Semua barang bawaan tak boleh memiliki sifat pengganggu. Misalnya barang yang bisa mengeluarkan sinar laser. Hal ini berawal saat insiden sinar laser yang terjadi saat duel Argentina vs Nigeria, di mana ada sinar laser dari bangku penonton yang disorot-sorotkan ke pemain. Hal ini jelas-jelas membuat jengkel pemain dan mengganggu pertandingan.
Tak mau kecolongan, FIFA pun melakukan razia. Daftar barang terlarang masuk stadion pun dibuat. Barang tersebut antara lain: senjata, botol, gelas, dan kaleng minuman, alkohol dan obat-obatan terlarang, atribut yang memicu sentimen ras seperti kaos dan bendera, spanduk atau bendera dengan ukuran lebih 2 x 1,5 meter, paying, helm, makanan dan minuman, botol spray dan semacamnya yang bisa memicu ledakan.
Bagaimana dengan benda yang menimbulkan bising atau gaduh? FIFA pun melarangnya. Karena memang hal itu mengganggu konsentrasi. Tapi tunggu dulu, hal itu tidak berlaku bagi Vuvuzela. Terompet plastik aneka warna itu memang istimewa, dia sudah menjadi semacam ciri khas Piala Dunia kali ini, maka tidak dilarang.
Jadi Vuvuzela akan tetap ada meski banyak yang protes padanya. Vuvuzela akan tetap berdengung meski banyak keluhan masih berbunyinya Vuvuzela saat lagu nasional setiap negara diperdengarakan.
Bagaimana lagi, Vuvuzela sudah lekat dengan suporter dan Afsel. Ibaratnya “gak ada lo gak rame”. Maka sampai akhir perhelatan nanti, suara Vuvuzela akan terus terdengar membahana. Siapa sangka Piala Dunia akhirnya membuat suara Vuvuzela mendunia.