Tong Kosong Nyaring Kultwitnya

Hari ini kultwit menjadi topik yang hangat di twitter (di timeline/TL saya). Tiba-tiba banyak yang membahas kultwit, tapi bukan soal isi kultwitnya melainkan mempersoalkan si pemberi kultwit. Saya duga ini karena kasus kultwit salah seorang “seleb twitter” (gak enak disebut namanya), yang kemarin kultwitnya banyak mendapat sanggahan.

Akibat kejadian itu, dari kemarin sampai hari ini, banyak twit nomention (twit yang tidak dimention secara langsung ke yang dituju) yang menyindir orang yang suka kultwit. Misalnya soal kultwitnya yang selama ini suka salah, kultwitnya yang sebenarnya tak berisi, gak mau dikoreksi, dan sebagainya.

Oh ya, bagi yang belum tahu apa itu kultwit, kultwit adalah rangkaian twit atau twit berseri tentang topic tertentu lengkap dengan hastag (#) dan nomor urutan twit. Biasanya kultwit ini, disampaikan layaknya seorang dosen kepada mahasiswanya di bangku kuliah. Karena itulah kicauan jenis ini kemudian dinamakan kuliah twitter atau kuliah twit, di singkat kultwit.

Banyak tokoh yang suka membuat kultwit. Penyimak kultwit juga tergolong banyak, yang terlihat dari followernya. Bahkan mereka ini kadang “berimajinasi” seolah-olah sedang menjadi dosen sungguhan, dengan cara misalnya memberi pengumuman kapan kuliah akan dilakukan, sampai ngetwit seperti memukul lonceng kelas ting..ting..ting.

Biasanya para dosen dadakan twitter ini suka kuliwit tentang apa saja. Celakanya, kadang juga kultwit tentang sesuatu yang tak dikuasainya, dan sialnya, dia sering salah.

Para penikmatnya juga beragam reaksinya. Ada yang senang karena merasa ilmu bertambah setelah membaca, namun ada juga gusar ketika menemukan si tukang kuliah salah dan otomatis menebar ilmu yang salah pula. Apalagi jika koreksi atau sanggahannya tidak digubris oleh “sang dosen”.

Nah, kesalahan kultwit seperti itulah yang terjadi kemarin. Sebagaimana kultwit yang diketahui salah lainnya, biasanya ada follower “sang dosen” yang tahu dia salah. Si follower ini tahu karena lebih menguasai ilmunya atau punya pengetahuan dan pengalaman di bidang tersebut. Celakanya “si dosen” tak jarang ngeyel dan gak mau ngaku salah. Hal ini lalu membuat kesal dan hasilnya ya seperti yang terjadi sekarang; sang dosen dan kultwitnya menuai cemoohan.

Ini terlihat dari banyaknya twit kririk atas kultwit yang muncul. Sebagai contoh, saya pilih saja twit yang menarik dari Hans David atau @hansdavidian:

Sebelon kultwit,pastikan anda menguasai materi yg mo disampaikan,apalagi kalo fan followers anda puluhan ribu.

Justru,biasanya loh yah,yg pake pembukaan “permisi mo kultwit ttg bla bla bla” yg isinya garing & malahan sering ngaco XD

Kalo lu mo “ngasih kuliah” yah minimal ada bentuk pertanggungjawaban donk kalo ilmu yg lu kasih tuh bener XD

Kalo cuma ngetweet biasa sih, terserah aja mo ngaco segimana. Tapi kalo kasih kuliah? Wah itu udah klaim lu punya ilmu bro XD

Nah,self-proclaimed kultwitters ini juga doyan nyolot. Kalo ketauan salah trus dikoreksi lagaknya kayak dosen beneran ke muridnya XD

Atau twit @pipis yang mengatakan; “Tong kosong nyaring kultwitnya”.

Twit kritikan @hansdavidian dan @pipis itu hanya contoh saja. Masih banyak bertebaran di TL saya twit-twit kritik dan cercaan lainnya. Mereka ini mungkin sudah lama dongkol dengan para aktivis kultwit yang terkadang terlihat soktau, jumawa, dan kebal kritik.

Saya sendiri sering mengikuti kultwit dan menemukan bahwa informasi yang disampaikan salah. Lalu saya memention dan menyampaikan koreksi. Biasanya koreksi saya, dan mungkin banyak koreksi lainnya, tidak di RT, atau kalau tidak begitu biasanya didebat. Ya seperti seorang dosen yang malu didebat mahasiswanya, biasanya mereka ini ngeles dan mencari pembenaran.

Namun tentu saja tidak semua kultwit atau “dosen” begitu. Banyak juga yang kultwitnya bagus, tidak menggurui, dan legowo saat didebat atau diperlihatkan kesalahannya. Namuan mungkin kebetulan yang populer ini adalah mereka yang suka ngeyel dan gak mau dikoreksi.

Untuk kasus yang begini, kalo boleh saya punya saran untuk kedua belah pihak, baik bagi “si dosen” atau “si mahasiswa” atau konsumen kultwit. Bagi mahasiswanya dulu, jika anda merasa kultwitnya sering salah, namun gak mau di koreksi, berarti dia bukan dosen yang baik. Saran saya sebaiknya anda unfollow dia, apalagi kalau merasa terganggu dengan kultwit dan kesoktahuannya. Apalagi jika kemudian anda mencurigai kultwitnya hanya copy paste dari Google atau buku yang sedang dibaca hehehe.

Nah bagi “pak dosen”, hati-hati, anda di follow ribuan atau puluhan ribu orang. Tidak semua follower anda orang yang pengetahuannya di bawah anda. Bisa jadi mereka banyak yang jauh lebih pintar atau berpengalaman dari anda. Misalnya saat anda kultwit soal antena setelah baca di Google atau buku soal antena, bukan mustahil ada follower anda yang pakar antena dan akan menemukan informasi anda salah, lalu mengoreksi.

Jika anda kemudian ketahuan salah, ngeyel, ngeles, dan mencari pembenaran bukan hal yang terbaik. Ini akan semakin merusak reputasi anda. Anda akan semakin kelihatan bodoh dan menjadi bahan olok-olok. Apalagi jika yang membantah anda bisa menunjukkan data lebih baik.

Maka saran saya bagi penggemar kultwit, kuliahlah apa yang anda kuasai. Misalnya anda dokter, kuliahlah soal kedokteran. Atau bidang lain yang anda memang benar-benar menguasai. Jangan asal kultwit dengan modal sotoy alias sok tau. Sebab jika kepleset salah fatal, bukannya popularitas dan pujian yang anda dapatkan, anda justru akan mendapat predikat: “Tong kosong nyaring kultwitnya”.

 

 

 

2 comments to “Tong Kosong Nyaring Kultwitnya”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *