Keris Kolaborasi

Alhamdulillah di bulan Muharram atau sasi Suro ini keris saya ini telah selesai. 

Wilahnya memang telah lama selesai dibuat. Tapi saya nilai baru selesai karena baru selesai disandangi beberapa hari ini.

Bagi saya keris itu satu kesatuan baik wilah (bilah) maupun sandangan (sarungnya). Keduanya tak bisa dipisahkan.

Akhirnya tercapai cita-cita saya memiliki keris yang garap dengan sandangan yang garap pula. Minimal menurut penilaian dan selera saya.

Setelah saya amati dan renungkan, rupanya keris ini sesuai dengan spirit era digital yaitu: kolaborasi.

Kita tahu bahwa berbagai kemajuan teknologi yang menopang era digital ini hasil kolaborasi banyak pihak. Tidak ada yang dikerjakan seorang diri atau buah karya satu orang saja. Semua karya atau temuan dikolaborasikan menjadi kemajuan teknologi yang kemudian memajukan peradaban.

Komputer contohnya. Tidak ditemukan satu orang sebagaimana penemuan teknologi di zaman kuno. Komputer merupakan kolaborasi berbagai penemuan yang membuatnya menjadi canggih dan semakin canggih lagi seperti saat ini.

Demikian juga halnya dengan keris. Keris tidak lahir dari satu orang saja. Keris adalah hasil dari kolaborasi. Mulai dari Mpu yang membuat wilahnya (itu pun dibantu panjak dll.) sampai mranggi dan pengrajin lainnya yang membuat sandanganya.

Kita ambil contoh keris saya ini. 

Wilahnya yang berdapur Nogo Seluman dibuat oleh Mpu Muda dari Malang Mas Krisna Singo Menggolo Putro. Deder putri kinurungnya dibuat Almarhum Mas Didik Hendra dari Madura. Mendak perak mata intannya dari pengrajin Yogya (saya lupa soalnya sudah lama sekali belinya). 

Warangka gayaman kayu timoho pelet ngigrimnya dibuat Mas Sutopo dari Yogya. Sementara pendok bunton peraknya plus nyetelnya di Yogya yang dibantu Mas John Radja Keris Pusaka. 

Dari sana diketahui bahwa untuk satu keris ini, ada tujuh orang yang terlibat. Tujuh angka yang baik karena dalam bahasa Jawa tujuh atau pitu itu bisa dimaknai pitulungan atau pertolongan dari Gusti Allah SWT. 

Selain itu, baik pemesan dan penggarap anak muda semua. Ini menandakan ada regenerasi di dunia keris. dan semoga mematahkan mitos dan salah kaprah bahwa keris itu identik dengan orang tua saja. Ini bukti anak muda juga bisa.

Untuk keris lain mungkin bisa lebih banyak lagi orang yang terlibat kolaborasi. Makin rumit garapnya bisa makin banyak yang terlibat. 

Itu tentu sesuatu yang bagus. Sebab dengan demikian maka akan ada pemerataan. Ada bagi-bagi rezeki. Di ilmu ekonomi kita tahu bahwa pertumbuhan itu harus disertai dengan pemerataan.

Di sini kemudian membuat keris baru memiliki nilai plus. Kalau cuma jual beli keris tua saja, maka hanya satu atau dua orang saja yang kecipratan rezekinya. Tapi kalau membuat keris baru, akan banyak yang kecipratan.

Maka roda perekonomian perkerisan akan berputar. Ekosistem perkerisan yang tidak hanya ada bakul, tapi juga ada mpu, mranggi, pengrajin, dll. akan hidup dan berkembang. 

Apalagi kalau yang dihasilkan keris garap bagus yang bisa memancing minat pecinta dan penggemar baru. Makin banyak pecinta keris baru, artinya makin bagus bagi ekosistem perkerisan.

Maka untuk melestarikan keris, kita perlu berkolaborasi melahirkan keris-keris baru. Bahkan berinovasi dengan keris baru yang inovatif dan menarik misalnya seperti yang dilakukan Pak Ferry Febrianto Pak Toni Junus dll., yang karyanya selalu bikin kita angkat topi.

Bukan malah berkolaborasi bikin keris baru yang diaku tua atau ditua-tuakan untuk pemblondrokan demi cuan. Ini yang harus ditinggalkan atau dimusnahkan karena tidak sesuai dengan nilai atau filosofi keris itu sendiri. 

Mari lestarikan keris dengan cara yang tua terus dirawat, dan yang baru terus dibuat.

Leave a Reply

Your email address will not be published.